Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Begini Rasanya Dikarantina

12 Maret 2020   19:38 Diperbarui: 12 Maret 2020   19:58 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: tjiptadinata effendi / wollongong public hospital

Pengalaman Pribadi Sebulan di Karantina di Negeri Orang

Kosa kata "karantina" akhir-akhir ini ikut menjadi trend dengan menumpang ketenaran si Malaikat Maut Corona. Hampir pasti, bahwa sebagian besar dari masyarakat belum pernah mengalami bagaimana rasanya dikarantina itu. 

Karena itu, hanya dapat membayangkan bahwa pasien yang awalnya tersangka terpapar virus corona setelah diperiksa dan dinyatakan positif tertular coronavirus langsung dicekal dan dikarantina, yakni ditempatkan di ruang isolasi. 

Nah, saya tidak ada hubungan dengan miss Corona, tapi terserang infeksi paru yang parah, akibat accident dan luka di paru-paru mengalami infeksi. Setiap kali batuk, darah segar keluar dari mulut saya  dan terkadang juga dari hidung. Pikiran saya sudah mulai melantur ke sana kemari, saking kesakitan.

Berada di Ruang Karantina Pertahanan Saya Bobol 

Ketika dibawa ke dokter oleh istri dan putri kami, saya di-rontgen. Dan dari hasil rontgen tampak tiga perempat paru-paru saya memutih akibat infeksi yang sudah parah. 

Dokter memberikan surat rujukan dengan tulisan merah " Emergency Patient". Saya dibawa ke Wollongong Public Hospital dalam kondisi yang sudah tidak berdaya. 

Putri kami bergegas masuk ke dalam dan memberikan surat rujukan. Membaca ada tulisan "Emergency patient." Langsung  3 orang Petugas RS datang dengan tandu dan kereta dorong. Saya digotong dan dibawa dengan kereta dorong untuk langsung masuk ke kamar dengan menggunakan Medicare Card, semacam BPJS di Indonesia. 

Para Petugas tampak sibuk, melakukan pemeriksaan tensi darah, blood test, MRI, Ct Scan, dan entah apa lagi. Keputusan team dokter, saya harus dikarantina, karena dicurigai terkena TBC. Kembali tubuh saya digotong dan dinaikkan ke kereta dorong menuju ke ruang Karantina. Seluruh perawat dan termasuk istri dan anak kami harus menggunakan masker.

Ketika waktu bezuk pasien berakhir, putri kami dan istri saya pamitan. Dan ketika istri saya mencium kening saya dan memegang tangan saya erat erat sambil berbisik, "cepat sembuh ya sayang" dan setetes air matanya membasahi wajah saya. Maka pada saat itu pertahanan saya bobol..

Berada Sendirian dalam Kamar Isolasi

Ketika istri dan putri kami meninggalkan ruangan untuk pulang ke  rumah, saya sungguh merasa sangat sedih. Rasa sakit yang saya rasakan berpuluh kali lipat dibandingkan dengan ketika saya dioperasi hingga tiga kali di Singapore. 

Malam itu saya tidak bisa tidur. Selain dari rasa sakit yang amat sangat di dalam dada, juga merasa sedih berada diruang isolasi, di mana setiap kali perawat datang untuk memeriksa, mereka bukan saja menggunakan masker, tapi berpakaian seperti orang mau ke bulan. 

Saya berharap, agar pagi segera tiba, agar istri saya bisa datang menengok saya. Ternyata dalam kondisi yang parah, seluruh pertahanan saya bobol. Biasanya saya mampu menahan sakit, bahkan ketika paha saya tertusuk bambu hingga menembus hampir ke batas perut, karena tidak ada yang berani membantu mencabutnya, maka saya cabut sendiri. 

Tapi kini, semua kebanggaan diri saya, seakan meluntur dan pupus. Apalagi mendengar suara istri saya ditelpon yang berusaha menahan tangisnya.

Selama hampir sebulan dikarantina, tubuh saya susut dari 75 kg, tersisa 59 kg. Syukur kepada Tuhan, akhirnya dokter Morentos, Specialist  ahli penyakit paru, datang dan merobek kertas di depan kamar saya yang bertuliskan, "Karantina" dan kemudian berdiri di depan saya dan merobeknya, sambil berkata, "Effendi, now You are free!" Ternyata hasil analisa tim dokter, saya tidak terkena TBC, walaupun infeksi paru saya sangat parah..

Istri saya yang menyaksikan sangat senang dan langsung memeluk saya. Seminggu kemudian, saya sudah boleh pulang ke rumah. 

Nah, bagi yang belum pernah merasakan dikarantina, mohon tidak perlu membuktikannya, cukuplah membaca tulisan pengalaman peribadi saya ini.

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun