Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Stock Kertas Toilet Habis, Stock Makanan Banyak

6 Maret 2020   08:59 Diperbarui: 6 Maret 2020   08:56 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber berita dan gambar : abc.net.au

Aneh Tapi Nyata

Seperti artikel sebelumnya yang yang berjudul "Panic Buying " juga melanda Australia. Ada hal-hal yang unik, aneh rasanya tapi nyata terjadi. Yakni bukan bahan makanan yang pertama diserbu, tapi justru kertas toilet. Bagi kita sebagai orang Indonesia, yang penting beras dan Indomie dan sambalado. Mengenai kertas toilet, emangnya ada yang mikirin ?

Kami tidak ikutan panik, tapi yang namanya berjaga-jaga tentu tidak salah. Makanya kami juga ikut berbelanja satu troley penuh, yang isinya air minum mineral, satu kantong beras isi 10 kg dan Indomie dua kardus. Mengapa air minum? Ada pemikiran, seandainya air minum yang ada di kran setiap rumah dinyatakan layak untuk diminum, bila tiba-tiba dinyatakan terkontaminasi dan tidak boleh lagi diminum sebelum dimasak, maka kami juga beli air 2 lusin. Yang harganya 3 dolar 80 sen. Biasanya kami hanya mengisi botol kosong dengan air kran di rumah dan dibawa di kendaraan, untuk diminum sepanjang hari.

abc-net-au-2-5e61a9f4097f367b8f6f3333.jpg
abc-net-au-2-5e61a9f4097f367b8f6f3333.jpg

ilustrasi: abc.net.au

Kertas Toilet Kosong di Coles 

Untuk jelasnya, saya kutip satu alinea, sebagai diberitakan oleh sumber berita:

On my regular trip to the supermarket yesterday, there was not a single roll of toilet paper to be found. It's something I'd never seen before, and while I like to think I'm a rational person, it sent me into a panic.What made things worse was that when I went to another supermarket --- which thankfully had supplies --- the attendant had hoarded three large packets behind the counter. She's not alone. Fears related to coronavirus have sent the country into a toilet paper-buying frenzy. When I walked away from the supermarket with 36 rolls myself, I wondered: why have panic-buying Australians been so focused on toilet paper rather than other essentials, like food?

Yang intinya adalah:

Keheranan seorang warga yang berbelanja yang menyatakan bahwa baru kali ini dirinya mengalami Coles, sebagai salah satu supermarket jumbo di Australia, bisa sampai kehabisan stock kertas toilet. Hal ini jelas menunjukan bahwa kepanikan telah melanda sebagian penduduk Australia.

Ketakutan yang berlebihan tanpa sadar menciptakan tindakan yang tidak masuk akal. Saya sendiri sempat memborong 36 rolls kertas toilet dan sambil berjalan keluar, sempat berpikir, mengapa ketika panic buying orang tidak menyerbu bahan makanan, malahan kertas toilet?

Ketakutan Akan Virus yang Sama, tapi Menciptakan Kondisi yang Berbeda

Menyaksikan berbagai perangai orang dalam menghadapi panic coronavirus yang disertai dengan tindakan panic buying ini menyadarkan kita bahwa walaupun penyebab kepanikan adalah sama, tapi efek yang ditimbulkan berbeda. Kalau di Jakarta, konon ada aksi borong barang makan dan masker, tapi di Australia justru sebaliknya, yang diserbu adalah kertas toilet dan sama sekali tidak tertarik membeli masker.

Sejak heboh coronavirus ini, belum terlihat warga lalu lalang dengan menggunakan masker. Bahkan boleh dikatakan nihil. Semua kegiatan di berbagai sektor, selain dari supermarket, tak tampak ada perubahan. Ikutan panik malahan akan membuat kita tidak bisa menggunakan pikiran yang jernih dan menyebabkan rusaknya kegembiraan hidup kita. 

Kami tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Waspada memang baik, tapi jangan sampai ikut terjerumus dalam kepanikan.

Tjiptadinata Effendi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun