Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Minta Maaf Itu Semudah Membalik Telapak Tangan

29 Februari 2020   05:04 Diperbarui: 29 Februari 2020   05:05 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: alccorting.wordpress.com

Tapi Hati Yang Terluka Butuh Waktu Panjang Agar Bisa Bertaut

Sesungguhnya menikah itu memiliki makna yang luas,tidak hanya sebatas menjadi suami atau istri dari seseorang dan terus semua urusan selesai dan hubungan terputus.

Kalaulah seperti ini makna dari sebuah pernikahan,maka tak ubahnya bagaikan membeli barang di toko. "Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan". Dalam kata lain,sudah beli,hubungan dengan yang punya toko terputuslah sudah. Tidak ada lagi komunikasi dan tidak ada lagi hubungan.

Tapi dalam sebuah pernikahan, tentu bukan hal semacam ini yang kita harapkan. Jangan sampai terjadimenikah dengan seseorang seakan kita "membeli" atau lebih buruk lagi "merampas" dari keluarganya dan setelah itu pasangan hidup kita dikucilkan dari keluarganya, bahkan dari kedua orangtua yang telah melahirkan dan membesarkannya.

Kata kunci dari semuanya ini adalah komunikasi yang berjalan dua arah. Baik terhadap keluarga kita sendiri maupun terhadap keluarga pasangan hidup kita. "One way communication" atau pembicaraan searah  dan hanya menjadikan orang lain sebagai pendengar semata, apapun bentunya selalu meninggalkan luka di hati orang lain.

Apalagi bila kalimat yang diucapkan berbunyi kira kira: "Mulai saat ini,saya tidak akan menginjakan kaki saya lagi di rumah ini". Mungkin hal ini diucapkan saking merasa tersinggung, tapi sesungguhnya tidak ada benang kusut yang tidak dapat diuraikan,hanya saja dibutuhkan  komunikasi dua arah. 

Minta Maaf? Mudah Banget!

Setelah mengeluarkan "the wisdom words",maka kita meninggalkan seluruh anggota keluarga,baik keluarga kita,maupun keluarga pasangan hidup kita dengan menyisakan luka mendalam di hati mereka.

Kelak ketika "setan yang merasuki " diri kita kembali ke neraka,kita sadar diri dan datang minta maaf. Tentu saja,minta maaf adalah tindakan ksatria dan sangat baik. Tetapi apakah dengan minta maaf, luka yang menganga terus bisa bertaut?

Mungkin saja hubungan "diplomatik" bisa dipulihkan lagi dengan jalan minta maaf,tapi keharmonisan hubungan sudah jelas tidak akan semudah itu kembali seperti semula. Ibarat luka,walaupun kelak sudah bertaut,tapi sedikit saja tersinggung,akan berdarah darah lagi.

Merawat Hubungan Baik Hingga Sama Sama Menua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun