Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masalah Hidup Datang Bertubi-tubi

29 Januari 2020   21:03 Diperbarui: 29 Januari 2020   21:05 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa Yang Harus Dilakukan?

Tidak semua orang beruntung dilahirkan dalam keluarga yang berkecukupan,sehingga sejak dari lahir semua berjalan mulus. Sekolah diantarkan oleh Sopir Pribadi dan pulang di jemput. Satu satunya tugas adalah belajar. Urusan lain,ada pembantu yang akan mengerjakan. Pulang sekolah ,makanan enak sudah tersedia di atas meja.

Bahkan untuk membuka tali sepatu, cukup mengangkat kaki dan mbak Pembantu Rumah Tangga ,akan berjongkok dan membantu melepaskan kaos dan sepatu. Tinggal melangkah dan duduk di kursi yang sudah disediakan untuk disantap. Kelak ketika dewasa dan menikah ,tidak perlu memikirkan mau kontrak dimana,karena sebuah rumah ,lengkap dengan perabot, sudah dipersiapkan oleh kedua orang tua. Enak banget kan?

Beda Garis Tangan, Beda Nasib

Tapi sayangnya ,yang beruntung dapat menikmati hidup seperti dalam kisah Cinderella ,sangat sedikit jumlahnya. Dan dari yang sedikit itu,kebetulan  nama saya tidak tercantum disana. M dari lahir ,hingga menikah,belum pernah dapat merasakan hidup seperti dalam yang sering ditampilkan di film Sinetron.

Malah sebaliknya, masalah hidup datang bertubi  tubi. Isteri sering sesak nafas,karena kerja keras ,melampaui dayanya sebagai seorang wanita. Bobot tubuh semakin hari semakin  turun,dari 44 kg, kemudian tersisa hanya 39 kg. Putra yang baru satu orang,sering kejang kejang,karena kurang gizi dan  hidup di tempat kumuh. 

Saya sendiri,setiap kali batuk  mengeluarkan darah ,bahkan suatu waktu, ketika bab yang keluar adalah darah hitam.Tapi sebagai Kepala keluarga saya bertekad tidak boleh sakit. Dengan segala kemampuan diri yang ada saya mencoba terus bertahan dan pantang menyerah terhadap keadaan., Karena saya tahu persis,:"menyerah ,berarti mati!"

Meratap Kepada Tuhan

Ketika kita sedang ditimpa masalah bertubi tubi,semua teman dan kerabat ,semakin menjauh dari diri kita. Seandainya kita mau merendahkan diri dengan bersimpuh dan meratap di depan kaki mereka,belum tentu hati mereka akan tergerak. Maka satu satunya jalan,adalah meratap kepada Tuhan.

Memohonkan kekuatan ,agar kita mampu melalui masa masa tersulit dalam hidup kita.  Berhentilah meratap.karena tidak akan mengubah apapun,malah semakin memperburuk keadaan .Jalani hidup dengan penuh ketabahan dan yakinlah suatu waktu, nasib kita akan berubah,bila kita mau kerja keras dan pantang menyerah.

Setelah hidup dalam genangan air mata ,akhirnya 7 tahun kemudian,badai kehidupan itu berlalu dan hidup kami berubah total.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun