Pengalaman Tak Terlupakan
Setiap orang pasti pernah mengalami pengalaman unik, menegangkan, yang tak akan pernah terlupakan seumur hidup. Nah, kalimat motivasi yang sering kita dengar, "Life is to share", bahwa hidup adalah untuk berbagi, menurut saya tidak mutlak harus berbagi uang atau materi, tapi juga boleh berbagi dalam bentuk pengalaman.
Mengapa? Karena di dunia ini ada beragam rasa haus dan lapar. Bagi yang sedang hidup dalam kekurangan, mungkin merasa lapar, maka tentu kita bagikan makanan yang ada pada kita.
Namun ada juga orang yang haus informasi. Kalau kita bagikan makanan, akan sia-sia karena mungkin makanan yang ada pada dirinya jauh lebih enak ketimbang makanan yang kita bagikan. Maka, dalam hal ini jalan terbaik adalah membagikan pengalaman hidup kita.
Begitulah yang enak menurut saya, setidaknya sebagai kata pembukaan untuk mengawali tulisan ini. Kalaupun pendapat ini salah, tidak mengapa juga, karena orang akan maklum dan berkata, "Ya maklumlah, yang menulis usianya sudah lebih dari tiga perempat abad."
Nah, gitu cara mengelakan dengan manis, agar kita selalu tampak benar di hati orang banyak.
Lagi Ngomong Apa Tadi Ya?
Oya, lagi ngomong tentang tiba-tiba ditodong. Ada peribahasa mengatakan, "Don't judge the books by it's cover". Mungkin bisa diterjemahkan secara bebas, "jangan menilai sebuah berita hanya berdasarkan judulnya". Atau dalam kalimat lain, "jangan terkecoh oleh judul, yang tulisannya benar, tapi kejadiannya bukan seperti dibayangkan."
Nah, walaupun sudah sangat sering diingatkan, masih saja kita sering terkecoh membaca judul, terus membayangkan "something terrible is happened". Saya memang benar pernah ditodong di Kota Kendari, tapi bukan ditodong pakai senjata, melainkan ditodong secara mendadak untuk menjadi penyiar dadakan di Studio 2 RRI.
Pada waktu itu saya dan istri masih aktif mengajar tentang Teknik Penyembuhan Diri Secara Alami, dengan berkeliling dari satu kota ke kota lainnya, Dalam catatan saya, ada 132 kota yang sudah kami jalani dan salah satunya adalah Kendari di Sulawesi. Pada waktu itu yang menjadi Koordinator Perwakilan kami di Kendari adalah Mbak Eka Satryani.Â
Kami hadir pada tanggal dan jam yang sudah ditentukan, di Studio RRI. Tapi setibanya di sana, hanya ditemui operator dan tidak ada hostnya. Ketika saya tanyakan, maka si mbak dengan senyum manis menjawab, "Lho, kan bapak yang mau siaran dialog interaktif selama satu jam?"Â
"Aduh, Mak, gimana nih ya?"
Tapi pilihan cuma dua, yakni "take it or leave it". Maka setelah berunding satu detik dengan sekretaris pribadi saya, yakni istri saya sendiri, maka saya putuskan "Ok, siapa takut?"
Selamat Sore Pendengar RRI di Manapun Berada
Maka mulailah saya menjadi penyiar dadakan. Bla Bla Bla dan kemudian memberikan waktu kepada para pendengar untuk bertanya.
"Silakan bagi Anda yang ingin bertanya, telpon ke nomor sekian. Telepon tak henti-hentinya berdering, kami berdua saling bergantian menjawabnya. Hingga operator, Mbak Hesti mengisyaratkan waktu tinggal 2 menit dan saya harus closing down.Â
"Baiklah para pendengar yang kami hormati. Terima kasih untuk perhatian Anda yang luar biasa, Tapi waktu jualah yang memisahkan kita. Sekali lagi bagi para pendengar yang berminat, kita bertemu besok jam 09.00 pagi di Ruang Pertemuan Hotel Indah. Sekali lagi terima kasih dan tak lupa salam hangat dan kita akan bertemu lagi esok hari"
Lega rasanya tugas menjadi penyiar dadakan usai dengan mudah.
Mbak Hesti mengomentari, "Wah, ternyata bapak juga penyiar yang handal ya". Saya menjawab santai, "Ya iyalah, saya sudah biasa siaran radio, Mbak."
Catatan: Tulisan ini bukan humor, bukan juga fiksi ,tapi pengalaman unik bagi saya. Mungkin lucu bagi para pembaca ya. Intinya, bila suatu waktu ditodong menjadi penyiar atau berbicara di depan umum, jangan grogi, tetap tenang, dan semuanya akan berlalu dengan baik.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H