Bersyukur Kami Sudah Melalui Badai Topan Kehidupan Dengan Selamat
(2 Januari 1965 - 2 Januari 2020) -- 55 tahun sudah kami melalui hidup pernikahan dengan segala suka-duka dan dalam keadaan untung maupun malang.
Perjalanan hidup kami awali sarat dengan perjuangan hidup. Merantau ke Medan mengalami kegagalan sehingga harus ikhlas menjadi kuli di pabrik karet demi bisa melanjutkan hidup.
2 Tahun kemudian pulang dalam keadaan nestapa dan menahan malu, karena gagal merantau. Yang kami bawa pulang bukanya uang tabungan ataupun mobil baru melainkan berbagai gangguan kesehatan yang menggerogoti.
Badai masih belum berlalu. Malah topan kehidupan semakin keras menerjang perahu kehidupan kami. Bahkan hingga putra pertama kami lahir, alih-alih badai mereda justru semakin mengganas.Â
Betapa hati tercabik cabik menyaksikan istri tercinta kurus kering hingga bobot tubuhnya tersisa hanya 41 kg, sementara putra kami pucat pasi akibat kurang gizi dan tinggal di pasar kumuh yang penuh tikus dan segala binatang merayap.
Kami merasa bagaikan hidup dalam mimpi buruk selama bertahun-tahun. Dalam kondisi semacam ini, istri dan putra kami yang belum cukup 4 tahun masih harus bangun setiap hari pukul 4 subuh untuk membantu saya membeli kelapa parut sebagai bahan jualan.
Dan di saat saat kita meratap, maka merataplah sendiri, karena tidak akan ada yang mau meluangkan waktu, memberikan setitik hiburan, karena masing-masing hanyut terbawa nasib masing masing
Bersyukur kepada Tuhan, akhirnya setelah melalui masa-masa yang lebih menakutkan dibandingkan film horor dan terasa seakan sudah tidak lagi mampu menahan beban hidup, akhirnya badai itu berlalu. Alangkah leganya dan bahagianya, menyaksikan anak istri mulai sehat dan pulih kembali.
Dan ketika putra kedua kami lahir, kami sudah tinggal di rumah sendiri, yang walaupun jauh dari mewah, tapi bersih dan luas.