Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Transformasikan Pekerjaan Jadi "Passion" Mengapa Tidak?

27 Desember 2019   04:43 Diperbarui: 27 Desember 2019   05:02 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi:https://id.pinterest.com/pin/

Demi Untuk Meraih Cita Cita Hidup
"Bekerja tidak sesuai passion, tidak akan sukses" Ungkapan yang amat sering kita dengarkan, dalam berbagai seminar dan motivasi. Tetapi.

Daripada menghabiskan waktu dan energi untuk selalu mencari lowongan pekerjaan yang sesuai passion, mengapa tidak terpikirkan oleh kita untuk belajar untuk mencintai pekerjaan yang sudah ada?

Bukankah jauh lebih mudah menjadikan pekerjaan yang sudah ada,  menjadi passion kita, ketimbang selalu berpindah pindah kerja, hanya demi mendapatkan kerja sesuai hasrat hati?.

Untuk mengetahui tentang apa yang dimaksudkan dengan passion,tidak perlu kita harus membuang waktu, berselancar di google Karena setiap orang pasti dapat memaknainya sesuai suara hati masing masing, Ada yang mengatakan bahwa  ''passion'' artinya sesuai bakat atau sesuai harapan  dan kesukaan.

Namun ada juga yang menggabungkan keduanya, yakni passion adalah pekerjaan yang sesuai dengan keinginan hati atau hasrat hati sehingga dengan senang hati melakukannya sebaik mungkin.

Walaupun sudah hidup di zaman sudah berubah ,tapi tetap saja  banyak orang yang masih terbelenggu oleh cara pemikiran lama, yakni mencari pekerjaan yang sesuai passion, Padahal semua orang tahu, bahwa mencari lowongan pekerjaan sesuai passion, tak ubahnya bagaikan mencari sebatang jarum di tumpukan jerami. 

Merasa pekerjaan yang sedang digelutinya, tidak sesuai passion dan hanya dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mendesak,maka hasil kerjanya sudah dapat diprediksi. Karena bila orang melakukan sesuatu dengan setengah  hati, maka hasilnya juga tidak akan maksimal.

Alih Profesi dari Guru Menjadi Pengusaha
Menjadi guru,adalah merupakan passion bagi saya dan istri. Dan hal ini didukung oleh latar belakang pendidikan kami berdua di IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan).

Tapi pada masa itu, Gaji guru pada waktu itu hanya cukup untuk makan selama dua minggu. Kalau saya tidak salah ingat, nilai nominal gaji  totalnya adalah belasan ribu rupiah, tidak sampai 20 ribu rupiah Plus "tunjangan in natura" sebanyak 9 kg beras. 

Beberapa tahun menjadi guru,sejak dari Guru di SD. St. Fransiskus dan kemudian beralih ke SMP Pius, masih dilingkungan Yayasan Prayoga di kota Padang. Sementara istri mengajar di Kalam Kudus dan kemudian di SMP Murni.

Pada waktu itu,walaupun saya dan istri keduanya sama sama mengajar,tapi hidup kami sungguh morat marit. Padahal pada waktu itu putra kami baru satu orang.

Karena saya mengajar di SMP sore hari,maka pagi harinya saya berjualan kelapa di pasar. Dan istri  saya setiap hari jam 3.00 subuh sudah harus ke stasiun kereta api untuk ke Pariaman, beli kelapa. Namun pekerjaan yang dilakukan sesuai passion, ternyata tidak mengubah nasib kami. 

Kalau menurut teori,pekerjaan sesuai passion, pasti akan mengantarkan kita menuju kesuksesan. Akan tetapi tujuh tahun lamanya kami hidup menderita, tanpa ada bayangan sama sekali bahwa nasib kami akan berubah.

Belajar Mencintai Pekerjaan sebagai Pedagang
Maka setelah merundingkan dengan  istri saya memutuskan untuk mencoba mengawali berbisnis biji kopi. Namun istri tetap mengajar untuk menjaga segala sesuatu kemungkinan terburuk,yakni bila  saya mengalami kegagalan. Dan saya bersyukur, istri memberikan dukungan sepenuhnya.

Dari seorang guru ,yang mengajar dan mendidik,kini harus memasuki kehidupan yang sama sekali asing.sungguh tidak mudah  Saya harus belajar sungguh sungguh siang malam, mana yang kopi kualitas bagus dan mana yang tidak. Tapi saya sudah bertekad,saya harus sukses!

Rasa tanggung jawab terhadap istri dan anak,menjadi motivasi bagi saya untuk mencintai pekerjaan baru ini. Dan ternyata dengan penuh rasa syukur dengan dukungan anak istri sepenuh hati, saya mampu melalui semuanya dengan selamat.

Sukses sebagai pedagang lokal, Saya bagaikan berlari mengejar impian yang lebih tinggi yakni menjadi Eksportir. Yang tidak mungkin dituliskan disini, karena terlalu panjang.

Semoga tulisan ini ada manfaatnya

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun