Pengalaman pengalaman pahit dan menyakitkan inilah yang menempa sikap mental kita, sehingga menjadi manusia yang mampu memahami arti dan makna yang sesungguhnya dari hidup ini.Yang tak akan goyah dalam menghadapi masalah hidup yang bagaimanapun.Serta menjadikan kita manusia yang senantiasa open minded.Bukan sebaliknya,dengan begitu mudah mengatakan :"sudah takdir",mau apa lagi?"
Menganggur dan Miskin Bukan Takdir
Karena kalau takdir dimaknai sebagai kehendak Tuhan, maka siapapun tak akan dapat mengubahnya lagi, Karena sudah ditentukan. Misalnya: tak seorangpun di dunia ini dapat memilih, dalam keluarga mana ia akan dilahirkan dan dimana. Siapa yang bakal menjadi orang tuanya dan suku apa orang tuanya ?
Tapi bila akibat menganggur ,dirinya menjadi miskin,maka itu adalah akibat yang harus ditanggungnya . Nasib ada di tangan kita. ”My destiny is in my hands and your destiny is in your hands". Di dalam tangan setiap orang,tergenggam nasibnya dan keluarganya. Setiap orang adalah pengambil keputusan untuk menentukan nasibnya.
Dan untuk mengubah nasib, tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Tidak ada lampu Aladin dalam hidup ini. Semuanya harus dicapai dengan kerja keras, bukan hanya dengan otot, tapi juga dengan otak. Karena kalau orang hanya bekerja keras dengan otot, maka ia akan jadi kuli seumur hidupnya. Kalau saja saya percaya ,bahwa hidup melarat selama bertahun tahun sudah merupakan takdir ,maka saya selamanya akan menjadi penjual kelapa di pasar
Untuk mencegah hal ini,tentu perlu kerja sama antara orang tua dan para pendidik,agar jangan memberikan petuah yang sepotong sepotong,seperti pengakuan Roni,dosennya mengatakan:"Kalau sudah berusaha ,tidak juga berhasil,berarti itu sudah takdir"
Saya tidak percaya ada dosen yang memberikan petuah yang dangkal dan mengambang seperti ini. Karena justru akan merupakan bahaya terselubung,yang dapat merusak cara berpikir anak didik kita,dalam menjalani hidup,yang tidak selalu berwajah manis dan lemah lembut.
Tjiptadinata Effendi