Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kuliah tentang Makna Nasionalisme yang Menohok

30 November 2019   19:05 Diperbarui: 30 November 2019   19:16 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Kalau saya sudah menunggu 5 tahun,bahkan sudah invest disini ,dengan membuka restaurant di Perth. Lumayan sekitar 20 milyar rupiah.tapi hingga saat ini pengajuan P.R saya belum dikabulkan. Saya kesini mau memperpanjang visa kunjungan "katanya dengan wajah agak sedih. 

"Bapak ibu kesini,mau buat appointment untuk tanggal pelantikan jadi warga negara Australia ya" sambung pak Subandi.

"Bukan pak"jawab saya.:"Kami hanya ingin memperpanjang PR kami saja. Kami masih memegang Paspor R.I.

"Pak Effendi,anda keliru mengambil keputusan, Saya sudah menunggu 8 tahun,namun belum dapat. Kesempatan ada didepan mata,malahan anda biarkan lewat. Kesempatan belum tentu akan terulang lagi ." Percayalah ,anda tidak akan dianggap pahlawan,karena mengambil keputusan ini. Sungguh menurut saya,anda hanya terbawa idealisme yang keliru. Kalau boleh saya berterus terang ya.,Saya ini kan pribumi,tapi kalau dapat kesempatan seperti anda ,pasti tidak akan saya lewatkan. Nah,Pak Effendi,walaupun memilih tetap jadi Warganegara Indonesia.percayalah dimata masyarakat,pak Effendi tetap"nonpri".

Saya terpana mendapatkan kuliah gratis ,mengenai arti dan makna dari nasionalisme .Saya hanya manggut manggut,untuk menghargai lawan bicara  dan bertepatan nomor antrian saya dipanggil dan langsung pamitan.

Kuliah Tentang Arti dan Makna Nasionalisme Yang Menjadi Renungan Diri Bagi Saya

Enam tahun sudah berlalu,tapi kuliah gratis yang diberikan oleh pak Subandi,membuat saya tersenyum getir,setiap kali mengingatnya. 

Bagi  saya pribadi, terserah bagaimana orang menilai tentang kadar nasionalisme saya,yang penting  dalam hati  tidak pernah merasa menghianati tanah tumpah darah saya, apapun sebutan orang lain,terhadap diri saya. 

Walaupun tinggal di negeri orang,begitu bangun pagi,kami berbicara dalam bahasa Indonesia,berdoa dalam bahasa Indonesia dan makan masakan Padang. Bahwa saya terlahir sebagai nonpribumi,bukan salah saya dan juga bukan salah ibunda yang mengandung saya.

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun