Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Matinya Kegairahan Hidup

24 November 2019   04:37 Diperbarui: 24 November 2019   14:56 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akibat Keterpaksaan Menjalani Pekerjaan

Menjalani hidup yang monoton, subuh sudah harus bangun karena sudah harus berangkat kerja. Baru pulang sore hari dan karena berbagai kemacetan, baru tiba di rumah ketika hari sudah gelap.

Setibanya di rumah, bukan berarti bisa beristirahat karena sudah menunggu anak istri yang butuh perhatian. 

Baru saja duduk beberapa saat, istri menyampaikan bahwa ada beras sudah hampir habis dan tagihan listrik sudah jatuh tempo untuk dibayar.

Sementara itu, anak terus sakit sakitan karena kekurangan gizi dan tempat tinggal yang jauh dari memenuhi syarat hidup sehat.

Ritual ini sudah berlangsung selama bertahun tahun dan belum tampak titik terang bahwa, "Sesudah gelap akan terbitlah terang".

Setiap hari mengulangi ritual yang mengiris rasa hati, namun dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa harus melakoni hidup semacam ini.

Apapun yang dikerjakan atau dilakukan dengan keterpaksaan ,tidak akan membawa hasil yang maksimal. Karena dalam keterpaksaan, orang melakukan semuanya dengan setengah setengah hati. 

"Keterpaksaan" tidak selalu bermakna berada dalam tekanan  atau todongan senjata,maupun ancaman hukuman. Karena penyebab keterpaksaan bisa datang dari berbagai sebab, salah satunya adalah karena merasa tidak ada pilihan lain dan harus melakukan pekerjaan demi untuk bisa bertahan hidup. Lama kelamaan,kegairahan menghadapi kehidupan menjadi layu dan mati.

Jalani Pekerjaan Dengan Terpaksa Berpotensi Mendatangkan Bahaya

Saya mengalami hal semacam ini. ketika masih bekerja sebagai Penjual Kelapa parut. Setiap pagi membuka kulit kelapa dan kemudian menggunakan mesin sederhana buatan lokal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun