Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

4 Jam Berjalan Kaki? No Problem!

22 Oktober 2019   05:31 Diperbarui: 22 Oktober 2019   06:44 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendapatkan kesempatan untuk berkunjung ke lokasi wisata yang menjadi impian jutaan orang di dunia tentu saja merupakan hal yang patut disyukuri. Apalagi setelah mendengarkan keterangan dari Pemandu Wisata kami Stefanny, yang sudah bekerja di sini selama 3 tahun, amat jarang ada orang Indonesia yang datang berkunjung di Tanah Suci Aborigin ,yang lokasinya di Kata Tjuta National Park. yang menurut sejarah sudah didiami oleh suku Aborigin sejak 60.000 tahun lalu. Banyak kisah kisah mistis sehubungan dengan tanah suci orang Aborigin ini,yang tentu tidak perlu dibahas disini.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Berkeliling Mengitari Tanah Suci Aborigin
Subuh, saya dan istri sudah berada di lokasi,dengan menumpang bis wisata. Kami memilih berjalan kaki berdua,sambil menikmati setiap jengkal perjalanan mengelilingi lokasi destinasi wisata dunia,yang menjadi impian begitu banyak orang.

Walaupun masih musim semi,tapi udara disini sudah cukup panas,karena itu kami mengikuti saran ,untuk mulai berjalan kaki di subuh hari. Berjalan di tanah berpasir,terasa setiap langkah bagaikan dibebani sesuatu,sehingga kami berjalan sangat lambat.

Syukur ,saya sudah menyandang tas yang berisi 4 botol minuman air mineral dan makanan kecil.Karena di seluruh lokasi perjalanan,semua dijaga kelestariannya dan tak tampak ada yang berjualan apapun.

Syukur kami sudah terbiasa setiap hari jalan jalan kaki,sehingga walaupun sudah berjalan sekitar lebih dari satu jam,kami hanya berhenti sesaat untuk membasahkan kerongkongan yang sudah mulai terasa kering. Tapi tak tampak ada tempat untuk bisa duduk santai melepaskan lelah,karena itu kami terus melanjutkan langkah kami untuk mengelilingi Tanah Suci suku Aborigin ini.  Segar rasanya ,setelah satu botol air mineral berpindah dari botol kedalam perut kami.

dokpri
dokpri
Setiap Gerakan Selalu Diperhatikan Oleh Berpasang Pasang Mata
Setelah berjalan lebih kurang 3 jam. ketika air dalam botol yang kami bawa,sudah berpindah ke dalam perut dan hanya tersisa satu botol saja,bagu sadar bahwa di sekeliling lokasi ini,tidak ada toilet. Kalau di Indonesia,tidak ada toilet,tidak masalah. Cukup menyelinap dibalik pohon rindang dan selesai,Tapi ini Tanah Suci orang,masa iya tega menodai dengan :"pipis " disini? Apalagi  ada tulisan,bahwa:"Setiap langkah anda akan selalu disaksikan oleh beberapa pasang mata.

Hal ini bukan dari cerita mistis Aboriginal,melainkan sebuah kenyataan. Karena disana banyak dipasang pesawat monitor CCTV untuk menjaga ,agar jangan sampai taman nasional yang sudah menjadi World Heritage ini,dicemari apalagi sampai dirusak tangan tangan jahil.

Bayangkan,bila karena tidak mampu kontrol diri,terus celigak celiguk  tengok tidak ada orang yang memperhatikan,terus sembunyi dibalik semak semak atau masuk kedalam lubang gua,untuk menciptakan :"karya seni".Ternyata di potret oleh camera dan foto diri terpampang,berikut nama dan asal negara,sebagai orang yang sudah menodai tanah suci suku Aborigin.

Disamping mempermalukan diri sendiri dan seluruh anggota keluarga,sekaligus mempermalukan negara kita. Makanya dengan menahan derita,tetap melanjutkan perjalanan ,dengan harapan akan menemukan toilet 

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Akhirnya Ketemu Papan Penunjuk
Setelah berjalan kaki selama lebih kurang empat jam,akhirnya kami lega,tiba kembali dibalik perbukitan dan sudah dekat dengan stopan bis  Dari kejauhan tampak papan penunjuk :"Toilet",tak ubahnya ,ketika kita kelaparan dan tampak papan bertuliskan :"Rumah Makan Padang".Walaupun versinya beda total.karena yang satu adalah:" input" dan ini adalah :"out put",tapi sama sama memberikan kelegaan. Baru sadar,bahwa ternyata menahan lapar dan haus sudah sulit,tapi menahan untuk"output" jauh lebih sulit lagi.

toilet-5dae40dd0d8230792e58da72.jpg
toilet-5dae40dd0d8230792e58da72.jpg
dokpri.

Ternyata ketika tiba di papan penunjuk :"Toilet",serasa papan itu mau saya cabut ,karena disana tertulis:" 260 meter "Onde mande,tega benar menyiksa orang yang lagi kebelet. Mana kuat lagi ,berjalan 26o meter dalam kondisi yang emergency? Maka ,kami memutuskan naik bis dan kembali ke hotel dimana kami menginap.Baru disini,kami menemukan kelegaan 

Hal Penting Yang Perlu Diperhatikan:

  1. Diseluruh area ini  tidak ada signal sama sekali.
  2. pastikan tidak terpisah dari rombongan 
  3. tidak ada pos penjagaan di sepanjang perjalanan keliling'
  4. bawalah persiapan air dan makanan kecil seperlunya
  5. jangan lupa,tidak ada toilet dalam perjalanan keliling

Nah, setiap kejadian,selalu ada hikmah yang dapat dipetik. Bagi kami,pelajaran hidupnya adalah bahwa hal yang tampak sepele,ketika dibutuhkan menjadi sesuatu yang sangat berharga dan salah satu diantaranya adalah toilet

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun