Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ingin Mengubah Nasib? Silakan Baca Tulisan Ini

1 Oktober 2019   19:00 Diperbarui: 1 Oktober 2019   19:17 1365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru berapa puluh meter kami berjalan, terdengar ada orang yang menyanyi sambil bermain gitar. Makin lama semakin jelas. Seperti ada magnet, saya dan istri mendekat. Sesaat kemudian kami sudah berhadapan dengan sesosok pria berusia muda, mungkin sekitar 30-an. Rambut panjang, memakai jaket lusuh, suaranya mantap.

"Hi good morning everybody, welcome to Alaska. Whoever you are enjoy your life, celebrate your life. Look at me. I have nothing, but if I die today, praise the Lord, because I have got a cup of cappuccino...".

(Hai, selamat pagi semuanya, selamat datang di bumi Alaska. Siapapun Anda nikmatilah dan syukurilah hidup Anda. Lihat saya. Tidak punya apapun, tetapi andaikan saya mati hari ini, saya tetap bersyukur kepada Tuhan, karena saya sudah menikmati secangkir cappuccino.)

Terpana saya mendengar lirik lagunya.

Saya malu pada diri saya sendiri. Alangkah tidak tahu bersyukurnya saya selama ini. Hal-hal kecil sering membuat saya murung. Hal-hal sepele bisa membuat hati saya tersinggung.

Jujur, dalam hal finansial jelas saya memiliki lebih banyak dari pengamen ini. Tapi dari kebesaran jiwa, saya kalah. Rasa syukur si pengamen begitu besarnya.

Sejak saat itu setiap bangun pagi, kata pertama yang keluar dari hati saya adalah, "Puji Tuhan, saya masih hidup".

Ternyata bila mengawali hari dengan bersyukur, maka sepanjang hari saya menemui kemudahan-kemudahan. Hal inilah yang kami praktikkan selama ini dan ternyata hasilnya luar biasa. Problema hidup tetap ada, tapi ada kekuatan mental yang tumbuh dari dalam hati, sehingga mampu menerima dengan berlapang dada.

Karena selama kita masih bernafas, masalah hidup tidak akan pernah habis-habisnya. Seperti kata-kata bijak "Life is a problem. No problem, means life is ended" 

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun