Bagi yang sudah pernah mengalami ,betapa tersiksanya ketika kesasar di Padang Pasir selama berjam jam,sementara persediaan air yang dibawa dari rumah sudah kering ,bagaimana rasanya ? Tapi karena sudah pernah saya tuliskan tentang perjalanan kami ke Padang Pasir Pinnacles di Australia Barat,maka tentu akan membosankan bila saya tulis ulang disini.
Kalimat pembuka diatas,hanyalah sebagai sebuah analogi.untuk menggambarkan kondisi keuangan kami,ketika bekerja di salah satu perusahaan karet di pinggiran kota Medan. Karena seluruh modal yang ada sudah habis,akibat  salah perhitungan dan merugi ketika mencoba menjadi pedagang antar kota ,Medan - Padang. Bahkan untuk menutupi biaya hidup kami berdua, karena pada waktu itu anak kami belum lahir,maka satu persatu perhiasan istri saya dijual .Â
Mau bekerja di Medan ,pertanyaan yang klise adalah :"Anda bisa berbahasa Hokkian? " Ketika saya jawab bahwa saya lahir dan dibesarkan di Padang,sehingga cuma bisa bilang : "Kamsia",maka langsung saya ditolak.Â
Bersyukur bertemu dengan teman dari Padang,yang menjadi salah satu staf di perusahaan karet di Desa Deli Serdang dan berkantor di Jalan Irian Jaya di kota Medan. Saya menceritakan bahwa saya sedang mencari pekerjaan apa saja,tapi karena tidak bisa berbahasa Hokkien, Â tidak ada yang mau menerima saya bekerja. Agnes yang sahabat baik dari istri saya dan sekaligus tetangga semasa tinggal di Jalan Proklamasi di Padang,berjanji akan memberi kabar secepatnya.Â
Luar biasa,esok harinya Agnes secara khusus datang ke rumah tante  kami di jalan Gandhi no.37 F  ,yang lokasinya di persimpangan Jalan Asia ,Medan dan membawa kabar baik, bahwa ada lowongan kerja,tapi di luar kota,yakni di pabrik karet. Tentu saja berita gembira ini,kami sambut dengan rasa syukur dan berterima kasih kepada Agnes.yang bagi kami bagaikan Malaikat Penolong. Bahkan bukan hanya saya saja yang diterima bekerja di bagian gudang,tapi istri saya juga diterima kerja di kantor bagian tata usaha. Masih ada fasilitas lainnya,yakni kami boleh tinggal di pemondokan buruh ,secara gratis.
Ketika kami pamitan pada tante ,dimana kami diberikan tumpangan secara gratis, tante menangis.Karena sesungguhnya bagi dirinya,sama sekali tidak menjadi masalah saya tidak bekerja dan kami berdua ,selain dari menumpang tinggal,juga ikut makan bersama.Tapi kami tidak ingin membebani tante kami dengan kehidupan kami berdua
Kerja di Pabrik Karet
Walaupun tempat pemondokan buruh,dimana kami tinggal,hanya seluas 3 x 4 meter dan terdiri dari satu kamar tidur dan kalau mandi harus antri di sumur umum. kami sudah bersyukur. Tapi karena lokasi pemondokan di tepi hutan, maka baru dua minggu kerja disana,saya sudah terserang Malaria dan mengalami demam tinggi serta menggigil. Tante kami langsung datang dan membawa obat obatan .Kemudian hasil lobi dari tante saya diizinkan pindah ke perumahan karyawan yang jauh lebih baik dan ada kawat nyamuknya.
Promosi Jabatan
Belum cukup setahun kerja,saya dipanggil oleh Manager Perusahaan ,bahwa mulai besok saya bukan lagi kuli yang bekerja di gudang,tapi memiliki tanggung jawab besar ,yakni sebagai Juru Timbang.Â
Tugas saya adalah menimbang setiap karet yang dibawa oleh para pedagang dan memberikan catatan ,tentang kualitas karet yang dibawa mereka,serta menerbitkan Bon Gudang. Berdasarkan Bon  Gudang  ini.Para pedagang menghadap kepadA Manager Perusahaan untuk minta harga dan setelah disetujui oleh Manager,mereka dapat mengambil uang di Kasir.
Saking senang ,maka keesokan harinya ,gudang belum dibuka,saya sudah berdiri di depan pintu. Sementara menunggu gudang dibuka,tiba tiba saya dipanggil Bang Yunus,yang sudah lama menjadi Mandor Gudang .Begitu saya tiba ,maka Bang  Yunus mengatakan:" Selamat ya Aseng. Kau pasti orang jujur,sehingga Boss besar mempercayai kau jadi Juru Timbang.  Mari sini, kutunjukan pada kau sesuatu. "
Maka dengan perasaan penuh tanda tanya saya ikuti pak Yunus yang menuju ke pinggir kali yang terdapat tidak jauh dari sana. Setibanya disana,maka Bang Yunus menunjukkan bangkai ayam yang dihanyutkan arus air yang mengalir dengan deras. "Aseng,kau lihat bangkai ayam tersbut?nah,kalau kau bekerja mengikuti arus,maka kau tak ubahnya seperti bangkai ,mengerti ? Cuma itu yang ingin kukatakan kepada kau" kata Bang Yunus dan kemudian meninggalkan saya dalam keadaan bengong.Â
Mendapatkan Jawaban Tentang Arti :"Bangkai"
Sekitar pukul 9.00 pagi itu,sudah mulai berdatangan truk berisi karet mentah yang dibawa dari perkebunan oleh beberapa orang Pedagang. Saya mulai bekerja menimbang dengan teliti dan memberikan catatan seperlunya .Kemudian menerbitkan Bon Gudang ,menandatangani dan menyerahkan kepada Pemiliknya. Sewaktu istirahat makan siang. saya didatangi oleh salah seorang dari Pedagang yang Bon Gudangnya sudah saya serahkan. Ia menyerahkan sebuah sampul kepada saya. Tentu saja saya heran dan bertanya,sampul ini isinya apa dan untuk apa?Â
"Coba saja kau buka dan tengok isinya,kau akan tahu " Kata yang punya barang. Ketika saya buka,jantung saya bagaikan mau copot,karena sampul tersebut penuh berisi uang. Sesaat saya terpana. Dan terdengar  Pedagang tadi membisikan saya:"Aseng,tugas kau cuma menganti angka 1.421 Kg ini ,menjadi 4.421 kg dan semua uang tersebut menjadi milik kau." Sesaat terbayang di mata saya ,kondisi keuangan kami yang morat marit Sedangkan ditangan saya kini ada uang  yang jumlahnya mungkin setahun gaji saja . Tapi tiba tiba saya ingat akan kata kata Mandor Gudang tadi pagi,:" Kalau kau kerja ikuti arus,maka kau tak ubahnya seperti bangkai ayam yang hanyut"Â
Saya sadar dan buru buru mengembalikan sampul yang penuh berisi uang tersebut dengan tangan yang gemetar . Pedagang yang memberikannya sangat berang dan berkata:"Belagu kau Aseng .Cuma tinggal mengubah angka 1 jadi angka 4 saja kau tidak mau. Jadi kuli kau seumur hidup!"Saya tidak menjawab dan langsung meninggalkan pedagang tersebut.
Reaksi IstriÂ
Saya tidak jadi makan siang pada hari itu dan kemudian pulang kerja,saya ceritakan kepada istri saya apa yang terjadi dan istri saya memeluk saya sambil menangis. "Syukurlah sayang,biarlah kita hidup menderita ,jangan mengambil sesuatu yang bukan hak kita. " Saat itu juga saya terbayang wajah ayah saya ,yang mengatakan:"Kita memang miskin,tapi kita bukan maling !" Saya merinding.
Kami bersujud syukur kepada Tuhan,karena saya sudah melalui ujian hidup di hari pertama menjalankan tugas sebagai Juru Timbang Ujian yang sangat berat bagi saya.Bayangkan,hanya dengan mengubah satu angka saja, maka, dalam beberapa detik, saya sudah terbebas dari hidup berkekurangan. Sungguh bagaikan berdiri dipinggir jurang, Setapak lagi melangkah, maka saya masuk jurang kenistaan.
Ditulis berdasarkan pengalaman hidup pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H