Untuk kesekian kalinya, malam tadi saya mendapatkan pertanyaan melalui facebook dari seseorang yang tentu tidak perlu disebutkan namanya disini. Pertanyaan yang diajukannya menyangkut "aib" dari keluarga kami, yakni :
" Selamat malam pak Effendi. Saya termasuk salah seorang Silent Reader di Kompasiana. Kagum membaca kisah tentang perjalanan Bapak dan istri ke Roma,Paris, Kairo ,bahkan sampai ke Alaska. Kalau saya baru sebatas ke Kuala Lumpur dan Singapore. Tapi ada hal yang ingin saya tanyakan. Mohon maaf, ini menyangkut tentang keluarga pak Effendi. Saya  dapat kabar dari besan saya yang berasal dari Padang bahwa ternyata ayah pak Effendi adalah seorang Kusir Bendi ? Saya tidak dapat membayangkan, seandainya hal ini benar dan terungkap di media bagaimana perasaan pak Effendi? "
Miskin Bukanlah Sebuah Kehinaan
Agak lama saya terdiam. Bukan karena malu, tapi untuk apa mengorek ngorek tentang kehidupan pribadi seseorang? Tapi akhirnya saya jawab: "Benar pak, saya terlahir dalam keluarga miskin. Ayah kami memang dulu adalah Sopir Truk dan kemudian menjadi Kusir Bendi selama bertahun tahun untuk membesarkan kami. Tidak masalah semua orang tahu. Saya tidak malu, malahan bangga bahwa sebagai Kusir Bendi ayah kami membesarkan kami .. Terima kasih "Â
Sesungguhnya saya sama sekali tidak malu, orang mengetahui bahwa ternyata saya bukanlah orang kaya bahkan hanya anak seorang Kusir Bendi. Yang menimbulkan rasa tidak nyaman adalah mengapa kehidupan ayah saya yang sudah beristirahat dengan tenang di alam lain masih diungkit ungkit?Â
Karena itu saya merasa perlu untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan agar semua orang tahu bahwa saya memang benar anak seorang Sopir Truk dan kemudian alih profesi menjadi Kusir Bendi di kota Padang. Hampir semua orang Padang yang seusia saya tahu persis riwayat keluarga kami.Â
Bahkan orang juga tahu bahwa saya pernah  bekerja sebagai kuli di PT PIKANI di desa Patumbak, Deli Serdang pada tahun 1965 dan 1967. Kemudian pulang kampung dan selama bertahun tahun menjadi Penjual kelapa di Pasar  Tanah Kongsi. Bagi orang Padang, telur ayam menetas saja seisi kampung akan tahu. Apalagi yang menyangkut kehidupan pribadi kami.Â
Bagi saya pribadi :"Lahir sebagai orang miskin bukan sebuah kehinaan. Yang hina itu adalah hidup memperkaya diri dengan merampok apa yang seharusnya menjadi hak hidup orang lain". (tjiptadinata effendi)
Ditulis berdasarkan cuplikan kisah hidup yang sesungguhnya.
Tjiptadinata Effendi