Saya Anak Kusir Bendi ,Tapi Bisa Sekolah Di Sekolah Favorit
Bahwa ada sekolah favorit yang merupakan sekolah, dimana menumpuk anak anak orang kaya atau pejabat tinggi tentu saja tidak dapat dibantah.
Bahwa ada sekolah favorit yang menerima siapa saja yang mampu membayar mahal,juga bukan kisah baru,malahan sudah jadi kisah klise. Tapi tidak semua sekolah seperti itu.Â
Buktinya, saya mendapatkan pendidikan sejak dari SD St.Andreas  ,SMP Frater dan SMA Don Bosco,yang tempo dulu merupakan sekolah terfavorit di Sumatera Barat.Â
Buktinya ada banyak pelajar khusus datang dari berbagai kota di Sumatera Barat, seperti misalnya dari Padang Panjang, Bukittinggi, Payakumbuh dan Pekanbaru yang kost di Padang,agar bisa sekolah di sekolah Favorit tersebut.Â
Tingkat kelulusan hampir selalu menunjukan angka 100 persen. Walaupun sekolah berada dibawah naungan Yayasan Prayoga adalah merupakan sekolah Katolik, tapi tenaga Pengajar di rekrut dari berbagai latar belakang pendidikan dan tidak sedikit yang beragama Islam terutama di SMA don Bosco.Â
Murid murid yang beragama Islam sama sekali tidak perlu kuatir akan diajak ajak pindah agama dan selama sembilan tahun mendapatkan pendidikan di sekolah Katolik, belum pernah mendapatkan berita ada siswa yang pindah agama. Khususnya dari Islam menjadi Katolik.
Dari Keluarga Miskin Tetap Diterima
Pada waktu masuk ke SD RK II atau SD St. Andreas, kehidupan orang tua saya masih morat marit. Ayah saya alih profesi dari Supir Truk antar kota, menjadi Kusir Bendi agar bisa dekat dengan keluarga.Â
Jadi sudah jelas orangtua saya tidak mungkin mampu bayar mahal. Pada awalnya memang ada rasa kuatir, jangan jangan diminta uang pembangunan sekian sekian yang tidak terjangkau oleh keuangan orang tua saya.Tapi ternyata saya diterima.Â
Sebagai anak yang terlahir dari keluarga miskin, saya sungguh tahu diri. Rajin belajar dan tidak pernah absen ke sekolah,walaupun hujan. Saya kesekolah jalan kaki.Â
Dan karena jarak dari Pulau Karam ke rumah sekolah cukup jauh untuk ukuran anak anak seusia saya, maka ketika masih SD kelas 1 hingga kelas 3 saya ditemani nenek menembus jalan setapak di perkuburan di Kampung Sebelah hingga menembus jalan di Tepi Bandar gereja. Setelah kelas 4 saya ke sekolah bersama adik saya, tanpa ditemani oleh nenek yang sudah agak susah berjalan.
Semua orang Padang yang seusia saya  tahu persis riwayat hidup keluarga besar kami. Padang kota kecil, sehingga kebohongan sekecil apapun bisa jadi bumerang bagi para pembohong.
Lulus Dengan Angka Sangat Baik
Saya lulus dengan angka yang sangat baik, walaupun bukan rangking pertama di sekolah tapi masuk 10 besar dari seluruh murid yang lulus dari kelas 6 A dan 6 B.Â
Karena murid saking banyaknya maka kelas 6 dijadikan 2 kelas. Sekaligus merupakan motivasi agar kelas 6 A tidak kalah  dari kelas 6 B, Kedua kelas lulus 100 persen dan saya langsung didaftarkan oleh sekolah tanpa kesulitan masuk ke SMP Frater, yang merupakan SMP Favorit di Sumatera Barat
Diterima di SMA Don Bosco
Karena merasa sudah cukup dewasa untuk mengurus diri sendiri maka lulus ujian SMP, saya mendaftar sendiri dan tidak ditemani oleh  orang tua ataupun kakak saya. Ternyata lagi-lagi terbukti, bahwa sekolah favorit hanya untuk orang kaya dan anak pejabat tidak berlaku di SMA Don
Bosco.
Kepala Sekolah adalah Frater A.J.M de Beer. orang Belanda yang  sudah menjadi WNI. Disiplin tinggi bahkan kalau guru datang terlambat terus ditegur :"Kalau guru beri contoh tidak disiplin, mau jadi apa anak didik kita kelak?!" Saya dengar sendiri kalimat ini keluar dari mulut Frater myang lebih dikenal dengan panggilan Frater Servaas.Â
Di kelas 2 saya mendapatkan kepercayaan dari teman teman sebagai Ketua Kelas. Ketika diadakan pemilihan ketua OSIS yang pada waktu itu bernama Ketua ISDB -Ikatan Siswa Don Bosco, dilakukan pemilihan di gedung Pancasila.Â
Saya kalah 3 suara  dari Tjia Pie Ho yang memenangkan pemilihan ini. Tapi saya tidak ngamuk ngamuk, melainkan menyalami ketua ISDB baru dan menerima jabatan sebagai Wakil Ketua.Â
Diminta Jadi Pemred Majalah Sekolah
Suatu waktu saya dipanggil Kepala Sekolah, yakni Frater Servaas. Bicara singkat:" Kamu saya tunjuk jadi Pemimpin Redaksi Majalah Gema Don Bosco ya " Saya terpana dan kaget dan mencoba menawar:" Maaf Frater,saya sudah Ketua Kelas,Wakil Ketua ISDB dan Ketua Kooperasi. Mana mungkin saya bisa merangkap jadi Pemred Majalah Gema Don Bosco?"
Tapi apa jawaban dari Kepala Sekolah? " Ini kesempatan baik bagi anda untuk belajar memimpin,jadi jangan ditolak" kata Frater Servaas sambil tersenyum,tapi tidak bercanda. Artinya ini perintah dan tidak  ada tawar menawar, maka jadilah saya siswa super sibuk untuk segala macam kegiatan di sekolah.
SMA Don Bosco Melahirkan Banyak Pejabat Tinggi dan Profesor
Salah satu bukti bahwa sekolah Don Bosco,bukan asal bisa bayar mahal adalah kelak alumni dari SMA Don Bosco ada yang menjadi Menteri dan beberapa orang Kapolda dan juga Profesor di berbagai bidang. Tapi saya tidak menuliskan nama nama mereka, karena terkesan seakan menjual nama orang tanpa izin.
Saya dan istri adalah angkatan alumni SMA Don Bosco, tamatan tahun 1963 dan istri saya tamat tahun 1964. Kemudian anak anak kami juga menjadi siswa disini. Tulisan ini adalah berdasarkan pengalaman semasa 55 tahun lalu jadi kalau belakangan ada perubahan sungguh saya tidak tahu.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H