Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Berada dalam Kondisi Sekarat Sungguh Sangat Menakutkan

18 Juni 2019   20:53 Diperbarui: 19 Juni 2019   06:59 818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : bpjskesehatan.com

Pengalaman Menakutkan Jadi Pelajaran Hidup Tak Ternilai

Bagi yang sudah pernah mengalami operasi,mungkin sudah memahami,betapa detik detik menjelang dioperasi,merupakan saat saat yang sangat menakutkan. Apalagi bila tergolek di meja operasi ,jauh di negeri orang. Operasi demi operasi sudah saya lalui dengan selamat.

Namun,ternyata tiga kali di operasi oleh dokter spesialis belum memberikan kesembuhan bagi diri saya. Bahkan kondisi saya semakin parah. Mata sudah hampir tidak dapat melihat dan sama sekali tidak dapat merasakan rasa minuman ataupun makanan. Semua terasa tawar, tanpa rasa. Saya harus tidur berbaring karena begitu duduk maka darah segar keluar dari hidung.

Akhirnya, untuk kesekian kalinya, saya dibawa oleh istri saya ke Rumah Sakit Mount Elisabeth di Singapura dan langsung harus di rawat inap.

Hasil Ct scan dan observasi tim dokter, saya dinyatakan harus di operasi lagi, karena seluruh jaringan di bawah kulit wajah sudah terinfeksi dan bila tidak segera dioperasi dikuatirkan mata saya tidak akan bisa tertolong lagi.

Istilah istilah medis yang dijelaskan tentu saja kami sama sekali tidak paham. Satu hal yang terpikirkan adalah bahwa saya harus di operasi untuk ke 4 kalinya.

Keputusan Yang Teramat Sulit

Ketika dokter memberi tahu hasil diagnosa tim dokter ini kepada saya dan istri, kami terdiam dan tidak mampu berkata apapun.

Dokter yang sudah setengah baya ini, agaknya maklum. Kami shock. Ia mengangguk dan mengatakan: "Oke, silakan anda berdua merundingkannya. Kalau anda sepakat, mohon formulir ini ditandatangani sebagai persetujuan. Besok pagi rencananya operasi akan dilaksanakan.

Saya mengangguk dan menjawab: "Baik dokter". Dokter pamitan dan berjalan keluar ruangan.

Saya memandang wajah istri saya dan bertanya: "Bagaimana sayang ?" Istri saya tidak segera menjawab. Matanya berkaca-kaca. Ia berusaha menoleh ke arah lain, agar saya tidak melihatnya menangis Kami berdua kembali terdiam.

Sesaat kemudian, istri saya, memegang tangan saya dengan lembut dan berkata lirih; "Yah, kalau team dokter sudah, mengambil keputusan begitu, sebaiknya kita ikuti saja. Saya mengangguk lemah dan menjawab: "Baik ,kalau begitu saya tanda tangani surat tadi ya".

Menunggu, Sungguh Waktu Seakan  Berhenti

Perasaan saya jadi tidak keruan dan malam itu sungguh terasa sangat menyiksa. Bayangan menakutkan datang silih berganti. Akankah operasi ke-4 ini saya akan selamat juga? Keringat dingin terasa membasahi leher. Ingat ketiga anak anak kami masih kecil ,yang ditinggalkan di Padang,semakin menyebabkan kegalauan jiwa saya semakin terpuruk. Bagaimana seandainya saya meninggal di negeri orang.? Semakin larut dalam membayangkan hal hal buruk ,yang bisa saja terjadi, semakin membuat saya merasa bagaikan sebutir debu yang berterbangan..

Jam sudah menunjukan pukul 5.30 sore. Berarti setengah jam lagi istri saya sudah harus kembali ke hotel. karena tidak diizinkan ikut menemani di Rumah Sakit, kecuali di kamar kelas VIP. 

Berarti ketika besok pagi operasi dilangsungkan, istri saya tidak ada di samping saya. Jam besuk dimulai jam 11 siang. Pikiran saya bertambah liar dan lari semakin jauh. Dan mulai mengandai-andai, bila terjadi sesuatu. Tiba-tiba beberapa tetes air membasahi lenganku. Ternyata Istri saya  tidak kuasa lagi menahan tangisnya. Wajahnya pucat dan air matanya tampak meleleh di pipinya yang kurus dan pucat,akibat berbulan bulan menjaga dan merawat saya.

Saya hanya menggenggam jari jari tangannya dan dengan perlahan mengatakan: "Sayang, tidak apa apa, Jangan sedih ya. Kembalilah ke hotel, entar kemalaman. Besok datang lagi ya. "Ternyata kata-kata yang saya maksud untuk menghibur, malah menjadi pencetus meledaknya tangis wanita yang saya cintai ini. Ia tidak mampu berkata apa apa .Mencium tangan saya dengan lembut dan kemudian pamitan. Saya menatap dengan pandangan nanar dan  perasaan gemuruh di dada Beberapa saat kemudian sebelum menghilang di balik pintu, masih menoleh ke arah saya dengan pandangan mata sayu. Menyaksikan hal ini, hati saya terasa bagaikan tersobek sobek

Masa Penantian Yang Melelahkan

Keesokan harinya saya terbangun, ketika perawat datang. Rupanya karena tidur sudah larut malam. Pagi ini saya bangun kesiangan. "Good morning Mr. Effendi are you ready?" kata perawat dengan ramah. Saya cuma mengangguk pasrah

Selang beberapa menit kemudian dokter Zhu datang. Tersenyum ramah dan mengucapkan selamat pagi. "Mr. Effendi, Anda sudah siap? Saya akan memberikan anda injeksi, karena sebentar lagi anda akan dibawa ke ruang operasi." Saya hanya mengangguk lemah  dan satu suntikan di lengan saya Kemudian semuanya gelap

Saya Tidak Tahu Entah Berapa Lama Operasi Berlangsung

Tiba tiba telinga saya sayup sayup mendengar suara-suara orang Tapi siapa yang berbicara dan apa yang mereka bicarakan, sama sekali tidak tertangkap

Saya mencoba membuka mata perlahan-lahan dan orang yang pertama saya lihat adalah wajah wanita yang telah mendampingi hidup saya dalam suka dan dalam duka.

Rasanya sebuah kebahagiaan yang tak terlukiskan. Lina, istri saya, langsung memeluk dan mencium tangan saya dan kembali air matanya berderai,

Tapi air mata yang sekarang adalah air mata kebahagiaan, karena operasi saya berjalan dengan baik dan saya selamat. Rasa syukur yang gemuruh memenuhi seluruh relung hati yang tidak mungkin dapat dilukiskan dengan kata kata. 

Kejadian ini sudah lama berlalu tapi merupakan pelajaran hidup yang terpateri dalam hati dan jiwa dan menjadikan saya semakin rendah hati.

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun