Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perlukah Ada Alasan untuk Membantu Orang?

13 Mei 2019   19:34 Diperbarui: 13 Mei 2019   19:45 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : chaimbentorah.com

Sering Ditolong oleh Orang Tidak Dikenal

Secara pribadi, saya sangat sering ditolong oleh orang yang sama sekali tidak dikenal. Seperti yang pernah saya tuliskan, dalam kondisi demam tinggi, saya diberikan sepotong ubi rebus oleh bu Halimah 52 tahun lalu, tapi pemberian itu sangat berarti bagi saya, sehingga tidak akan pernah saya lupakan. Begitu juga,ketika saya hampir mati tenggelam ,saya dibantu oleh seorang nelayan,yang sama sekali tidak saya kenal. Itu hanya sekedar contoh, karena begitu seringnya saya dibantu orang lain,sehingga tidak mungkin saya tuliskan satu persatu disini. 

Belum lagi hal hal kecil,misalnya ketika naik ketangga pesawat,sambil menyandang tas yang berisi dua buah laptop dan kelengkapan charger,saya masih menenteng sebuah "hand bag" ,sehingga karena pada waktu itu hujan turun,saya hampir tergelincir. Terus ditolong oleh seseorang yang sama sekali tidak saya kenal. Mana mungkin ia menolong saya ,karena mengharapkan sesuatu? 

Begitu juga ,ketika kami ke Pasar Moreley ,usai berbelanja,ternyata kendaraan saya tidak bisa di starter. Ternyata batterainya sudah tidak berfungsi lagi. Saya bingung,karena disekitar pasar tidak ada bengkel.Sedangkan kalau memanggil bantuan kendaraan,akan dikenakan biaya minimal 300 dolar .Sedang saya berpikir ,mau melakukan apa,tiba tiba ada seorang pria yang datang mendekat dan bertanya,apakah saya membutuhkan bantuan?

Saya jelaskan,bahwa kendaraan tidak bisa distarter,karena batterai tidak bekerja. Lalu pria ini mengatakan,tunggu sebentar dan ia bergegas menyemput kendaraanya yang berada sekitar 50 meteran dari kendaraan saya parkir. 

Selang beberapa saat pria ini sudah tiba dengan mengemudikan kendaraannya dan mengeluarkan kabel dari bagasinya .Kemudian memasangkan di accu kendaraan saya,untuk memancing dengan menggunakan batterai kendaraannya. Dan dalam dua tiga kali starter,kendaraan saya sudah menyala. 

Saya tanyakan,berapa saya harus bayar.? Namun pria yang mengaku dari Kairo ini, hanya tersenyum ,sambil berkata:" Saya menolong anda,demi Allah",sambil menunjuk kelangit.Tentu saja ,kami berdua sangat berterima kasih atas kebaikannya.  

Menolong Orang Bukan Tanpa Resiko

Ketika kita ditolong oleh orang lain,bahkan diselamatkan dari bahaya maut,tentu saja  kita akan sangat berterima kasih dan berusaha mengungkapkan rasa terima kasih kita dalam berbagai cara .Akan tetapi,bila tiba saatnya kita yang membantu orang lain,belum tentu akan mendapatkan reaksi yang sama. 

Bukan dari orang yang ditolong,melainkan dari orang lain yang menyaksikannya. Mungkin hampir setiap orang ,pernah mengalaminya. Salah satu contoh,ketika beberapa tahun lalu,Jakarta dilanda banjir besar,maka kami berusaha untuk membantu meringankan penderitaan korban banjir sesuai kemampuan kami. 

Tapi alangkah kagetnya,ketika menyerahkan bantuan berupa masing masing  satu kardus mie instant, ada yang berteriak :"Hati hati,kalau ada yang datang bagi bagi barang secara gratis,pasti ada udang dibalik batu!" Kalimat ini terasa sangat menyakitkan,namun tidak menghentikan langkah untuk membantu meringankan beban orang yang sedang menderita.Karena ketika saya sendiri,dalam marabahaya,juga diselamatkan berkali kali oleh orang lain,tanpa pamrih.

Tidak Mungkin Dapat Menyenangkan Hati Semua Orang

Di dunia ini,tak seorangpun dapat menyenangkan hati semua orang,karena apa yang baik bagi diri kita,belum tentu baik juga bagi orang lain. Bahkan tidak jarang,menolong orang dengan setulus hati,bisa menyebabkan orang menjadi salah sangka.Dikira ,pasti ada maunya. Pasti ada udang dibalik batu,karena seringkali orang memberikan penilaian kepada orang lain, berdasarkan sifatnya sendiri. 

Kalau sudah terbiasa menolong orang ,karena mengharapkan balasan,maka bilamana melihat orang lain membantu orang yang membutuhkan,maka takaran yang digunakan adalah perangainya sendiri. Karena dalam dirinya ,kosa kata "tulus" sudah lama punah,maka ia tidak lagi percaya ,bahwa diluar dirinya masih banyak orang yang mau menolong orang lain secara tulus,tanpa berharap apapun. 

Tapi biarkanlah hal tersebut menjadi urusan orang yang bersangkutan. Yang penting,apapun kata orang,jangan sampai menyurutkan niat kita untuk membantu sesama sesuai kemampuan yang ada pada diri kita.

Setidak tidaknya,bila kita tidak mampu meringankan beban orang lain,jangan sampai melukai hati orang. Yang penting adalah untuk membantu orang tidak perlu harus sesuku atau seiman,karena kasih itu adalah tanpa sekat dan batas,bukankah begitu?

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun