Mungkin Bisa Terjadi Dimana Saja
Dalam tulisan sebelumnya yang berjudul "Laporan Pandangan Mata TPS di KJRI Sydney", masalah tidak adanya nama di TPS tidak disebutkan. Maklum, menulis di ponsel cukup merepotkan. Maka hari ini, saya coba susul melalui tulisan ini.
Sewaktu kami memasuki gerbang KJRI di Sydney, langsung disambut oleh salah seorang Panita, yang menanyakan di TPS mana kami sudah terdaftar?
Karena kami dapat konfirmasi dari Pak Bernard Tampubolon, salah seorang Panita PPLN di Perth, maka kami jawab, bahwa kami terdaftar di TPS 1, sambil menyodorkan surat bukti, bahwa memang kami sudah terdaftar sebagai Pemilih.
Kami diminta untuk ke bagian informasi. Kami langsung ke meja yang ditunjuk dan melaporkan bahwa nama kami berdua tidak terdapat diantara daftar nama Pemilih di TPS 1.
Si Mbak Petugas mencoba menelusuri. Ternyata  surat untuk memilih kami berdua sudah dikirimkan via pos ke alamat sesuai paspor. Padahal alamat tersebut sudah lama tidak lagi kami tempati.
Lagi pula kami sudah mendapatkan konfirmasi dari PPLN di Perth, bahwa pengurusan perpindahan TPS kami dari Australia Barat ke New South Wales, sudah beres. Tidak ada masalah, sehingga kami bisa langsung ke KJRI di Sydney.
Si Mbak minta maaf dan minta waktu untuk menanyakan ke pimpinan.
Rasa Tanggung Jawab yang Patut Diapresiasi
Jelas kaget, tapi kami tidak langsung marah-marah di sana karena yakin pasti akan ada jalan keluarnya. Sementara si Mbak sibuk mencoba menelusuri tentang masalah yang kami hadapi.
istri saya mengambil inisiatif untuk menelpon Pak Bernard pengurus PPLN di Perth yang melalui telepon memasatikan bahwa nama kami berdua sudah terdaftar di TPS 1. Tapi hingga 2 kali menelepon tidak terjawab karena kami memaklumi, sebagai Panitia pak Bernard pasti sangat sibuk.
Selang beberapa menit kemudian, ponsel istri saya berdering, Ternyata telpon masuk dari pak Bernard.
Setelah dijelaskan bahwa nama kami berdua tidak terdapat dalam daftar maka pak Bernard minta untuk berbicara dengan Panitia.
Tapi karena si Mbak yang bertugas tidak dalam kapasitas sebagai pengambil keputusan maka telpon diserahkan kepada Ibu Suil yang juga Panitia dan sekaligus Staf di KJRI.
Setelah berbcara beberapa menit ternyata bu Suli menyerahkan kepada atasannya pak Dani. Dan setelah selesai pembicaraan, jawaban dari pak Bernard Tampubolon kurang-lebih, "Bapak dan ibu tidak usah kuatir, pasti bisa memilih di sini (maksudnya di KJRI Sydney)
Tentu saja kami jadi lega dan sungguh salut betapa pak Bernard bukan hanya tanggung menjawab tapi benar-benar membuktikan rasa tanggung jawab yang tinggi dan membuktikan bahwa ucapannya bisa di pegang.
Walaupun menunggu cukup lama, namun karena menyaksikan betapa serius bu Suli dan pak Dani berusaha mencari jalan agar kami tetap bisa memilih di sana dan tanpa melanggar aturan yang ada, kami menunggu dengan sabar.
Akhirnya kami diajak oleh pak Dani dan bu Suli untuk masuk keruang kantor KJRI, sementara yang lainnya, sibuk menggunakan hak pilih mereka di  lobi KJRI.
Coba kalau kami langsung berang dan mengebrak meja, maka kemungkinan besar, kami tidak jadi memilih dan jadi tontonan orang banyak.
Nah, apa yang terjadi pada kami, bukan tidak mungkin bisa saja terjadi pada tanggal 17 April 2019 nanti. Seandainya terjadi, maka jalan terbaik adalah menunggu dengan sabar, karena pasti akan ada jalan keluarnya. Karena pada jam terakhir masih ada pemilih yang termasuk dalam DPK atau Daftar Pemilih Khusus. Daripada langsung berang dan main gebrak meja, di samping merusak suasana,sekaligus orang akan menilai kita dalam pandangan negatif
Pada tanggal 17 April,2019 ketika di Indonesia orang sibuk menunaikan hak pilihnya, maka di Australia, akan dimulai perhitungan suara. Begitu yang dapat saya tangkap dari informasi Panitia
Selamat memilih!
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H