Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Sekarat, Saya Baru Sadar Bahwa Uang Bukanlah Segalanya

9 April 2019   19:30 Diperbarui: 9 April 2019   19:37 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ternyata ,kebahagiaan ini juga hanya belangsung beberapa tahun,karena terbit keinginan lain,yakni memiliki rumah permanent di komplek perumahan elit di Wisma Indah 1,dimana  pada waktu itu Wali kota Padang Syahrul Ujud SH dan AA Navis juga tinggal disana. 

Kendaraan pun diganti dari Plythmouth menjadi sedan Corolla ,100 persen baru.  Kami kerja seminggu 7 hari ,makan kapan sempat dan tidur kalau perlu  cukup hanya 3 atau  4 jam sehari. Rasanya sangat nikmat,mendapatkan hasil jerih payah,dalam ujud dolar ,dari keuntungan hasil ekspor. Gaya hidup kamipun berubah total

Kalau sebelumnya,liburan kami habiskan bersama anak anak ke Bukittinggi dan Maninjau,sejak tinggal di Wisma Indah, liburan kami beralih ke  negara tetangga,Malaysia,Singapore,Thailand  ,Taiwan ,Philipina dan seterusnya.

Kondisi Sekarat Menjadi "Turning Point "
Kemudian ,saya jatuh sakit.Sempat di operasi di Rumah Sakit Yos Sudarso,tapi dokter merujuk ke Singapore. Saya dibawa istri ke Mount Elisbateh  dan tinggal disana untuk operasi. Sehabis operasi,saya pulang kembali ke Padang,tapi beberapa bulan kemudian ,kembali kambuh dan  dokter menyarankan,tidak ada pilihan lain,yakni harus di operasi lagi.

Ternyata operasi kedua di Mount Elisabeth oleh dr.Theo Cho Keng,yang sangat baik dan ramah, ternyata belum berhasil sepenuhnya, Saya masih harus dioperasi lagi dan kali ini di Glenegles  Hospital di Singapore. 

Berada dalam kondisi sekarat di negeri orang,menyadarkan diri saya,bahwa selama ini saya kurang menyukuri karunia Tuhan,sehingga hanya mengejar materi dan melupakan kesehatan. Istri saya jadi kurus kering ,karena selalu hidup dalam kecemasan ,menyaksikan suaminya,yang sewaktu waktu bisa pergi.

Dalam kondisi tergolek dan kaki tangan dipasangi selang ,saya baru sadar,bahwa  kesehatan itu memang bukan  segala galanya,tapi ketika saya kehilangan kesehatan,maka apapun yang dimiliki,tidak dapat lagi dinimati. Hal inilah yang menjadi titik balik dalam kehidupan pribadi saya,untuk menghargai kesehatan,lebih daripada harta.

Semoga tulisan ini ada manfaatnya,khususnya bagi yang sedang berusaha "mengejar" kebahagiaan,bahwa sesungguhnya kebahagiaan terletak pada saat kita mampu menyukuri apa yang sudah kita peroleh dari hasil kerja keras . Karena menikmati uang adalah ibarat orang minum air laut,semakin diminum bukan melepaskan dahaga,melainkan akan semakin haus,sehingga tiba saatnya tidak mampu lagi untuk mereguk minuman

Ditulis berdasarkan pengalaman pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun