Pada waktu hidup dalam kondisi morat marit,sehingga untuk makan siang ,tidak jarang harus menebalkan kulit muka untuk "ngebon" ,rasanya kalau nasib berubah dan bisa menghidupkan anak istri,alangkah bahagia rasanya. Berkat kerja keras selama bertahun tahun dan tentu tidak lupa berdoa,akhirnya dengan penuh rasa syukur,nasib kamipun berubah. Â
Penghasilan dari kerja keras saya dan istri sudah mencukupi untuk biaya hidup kami bersama anak anak ,tanpa harus utang sana sini. Kalau sebelumnya,makan siang kami,hanya sebungkus nasi rames dimakan tiga beranak,kini kami sudah bisa menikmati masakan istri dirumah .Rasanya dari gaya hidup :"gembel" sudah berubah menjadi hidup sederhana.Â
Begitu juga bila sebelumnya, ketika saya sakit dan batuk batuk mengeluarkan darah,istri saya hanya bisa berusaha mencari dedaunan yang tumbuh di laman tetangga,antara lain :"daun dadi dadi kecil",yang direbus bersama daun jambu batu ,yang dikampung kami namanya :"jambu perawas" .
Sejak nasib mulai berubah. begitu anak kami demam,langsung kami bawa kedokter.Kalau dulu, bila demam.hanya bisa di kompres dengan daun mengkudu yang di panaskan ,bahkan ketika putra kami kejang kejang, kami harus menjual cincin kawin,untuk biaya berobat kedokter.(waktu itu belum ada kartu BPJS).Â
Kemudian "Ukuran" Kebahagiaan Itupun Berubah
Selang dua tahun ,hidup mulai membaik, timbul pemikiran,seandainya,kami bisa tinggal dirumah sendiri yang lebih bersih,walaupun kecil,alangkah bahagianya,ketimbang harus tinggal di pasar kumuh . Maka kami kerja lebih keras lagi  dan doa kamipun dikabulkan,Â
Kami sudah bisa membangun rumah sederhana di belakang pabrik kecap Ang Ngo Koh di jalan Pulau Karam. Rasanya sebuah kebahagiaan yang luar biasa,memenuhi batin kami,hingga kerelung relung hati terdalam.
Namun, kebahagiaan ini,tidak berlangsung lama,karena sesuai namanya :"Pulau Karam",maka setiap air pasang naik, walaupun hujan tidak turun setetespun,rumah kami kebanjiran,karena lokasinya berada di tepi kali ,yang berinduk ke Sungai Batang Arau. Kebahagiaan yang tadinya mengebu gebu,kini mulai menyurut . Takaran pun berubah.Â
Kami berharap bisa membangun sebuah rumah,walaupun sederhana ,asal saja didaerah yang bebas banjir. Â Meningkatnya takaran ini,menyebabkan saya dan istri,bekerja lebih keras lagi ,bukan hanya dengan otot,tapi juga dengan otak. Karena seperti quote :" Kalau anda bekerja hanya dengan otot,maka anda akan menjadi kuli seumur hidup"
Kini,setelah ditempa di kawah penderitaan,saya sudah alih profesi,dari penjual kelapa ,menjadi pengusaha,yang berkantor di jalan Niaga ,Padang
Doa Kami Dikabulkan Lagi
Ketika hidup kami morat marit selama tujuh tahun, tidak jarang saya merasa Tuhan ,tidak mendengarkan doa doa kami dan tidak melihat betapa kami kerja keras siang dan malam.Tapi  kini ,pikiran itu berubah total. Kami merasa menjadi "anak kesayangan "Tuhan,karena lagi lagi doa kami dikabulkan,
Dari rumah di jalan Pulau Karam.kami sudah mampu membangun sebuah rumah  sederhana di jalan Kampung Nias no.14 A,di kota Pdang.  Sebagai rasa syukur,kami mengundang seluruh tetangga ,untuk acara selamatan dirumah baru tersebut. Bahkan bukan hanya  rumah,malahan dari hasil  keuntungan bisnis,kami sudah bisa membeli sebuah mobil bekas Plythmouth,tahun buatan tahun 57 dengan harga 500 ribu rupiah. Rasanya lengkaplah sudah kebahagiaan kami sekeluarga