Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setiap Pilihan Selalu Mengandung Risiko

25 Januari 2019   21:50 Diperbarui: 25 Januari 2019   22:03 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar: dokumentasi pribadi

Ada peribahasa mengatakan "Bila salah membajak sawah, maka akan rusak padi semusim. Tapi bila salah memilih jalan hidup, maka akan rusak seluruh hidup kita". 

Walaupun mungkin tidak seratus persen benar, akan tetapi tentu tidak ada salahnya dijadikan renungan diri atau kilas balik bagi diri kita masing-masing. Bila tiba-tiba kita sadar, bahwa jalan hidup yang selama ini dijalani ternyata keliru, maka sebelum segala sesuatunya menjadi terlambat, masih ada waktu untuk berbalik arah dan mengikuti jalan hidup yang sesuai dengan hasrat hati kita masing-masing. Mengacu pada pribahasa "Better late, than never" Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

Jalan Hidup Dimaksud antara Lain adalah

  1. memilih hidup berkeluarga atau ingin bebas sendiri
  2. memilih menjadi karyawan atau ingin berwiraswasta

Mengenai pilihan hidup berkeluarga (menikah) atau memilih untuk hidup bebas, terlalu sensitif untuk dibahas, maka kita akan mencoba membahas secara ringkas mengenai antara memilih menjadi karyawan atau menjadi seorang wirausaha.

Sisi Keuntungan Menjadi Karyawan

Kita hanya perlu mengerjakan tugas yang diberikan oleh perusahaan. Mematuhi aturan kerja. Usai jam kerja, kita bebas. Tidak perlu memikirkan tentang perusahaan. Kalau sakit, tinggal minta Surat Keterangan Dokter dan boleh tidur-tiduran di rumah, sementara gaji jalan terus. Sabtu dan Minggu libur dan ada kesempatan emas untuk sepanjang hari bersama keluarga tercinta.

Urusan resesi ataupun nilai tukar dolar yang berfluktuasi sama sekali tidak perlu dipikirkan. Urusan juga bukan urusan kita, karena setiap kali terima gaji, kewajiban kita membayar pajak penghasilan, sudah diperhitungkan.

Seandainya, perusahaan tempat kita bekerja mengalami kebangkrutan, maka walapun kita ikut bersedih, tapi tidak usah berlarut larut, karena dengan cepat kita dapat mencari lowongan kerja lainnya. 

Seandainya, sementara bekerja, ada perusahaan lain, yang mau menggaji kita dengan gaji yang lebih besar dan fasilitas yang lebih baik, maka kita cukup mengajukan surat mengundurkan diri kepada perusahaan dan selesai. Sekali setahun, dapat mengajukan cuti, sehingga ada kesempatan bisa pulang kampung bersama keluarga.

Pokoknya menjadi karyawan, baik diperusahaan swasta, maupun diperusahaan milik pemerntah,orang bisa tidur nyenyak, tanpa harus pusing memikirkan nasib perusahaan.

Namun, risikonya adalah harus ikhlas menjalani hidup monoton dari tahun ke tahun, serta harus siap mental, bilamana suatu waktu diri kita di PHK entah karena alasan apapun.

Menjadi Seorang Usahawan

  • Jam kerja 24 jam
  • Tidak jarang makan siang tertunda,bila banyak urusan
  • Setiap hari pusing memikirkan bagaimana mengembangkan usaha
  • Sedang makan ,pikiran bekerja terus
  • Setibanya dirumah, pikiran tentang kerja,masih terbawa pulang
  • Ketika sedang berbaring ditempat tidur,pikiran sibuk memikirkan perusahaan
  • Tanggung jawab terhadap keluarga,perusahaan dan karyawan
  • Setiap detik berjalan,bunga uang pinjaman terus bertambah
  • ketika orang lain sudah terlelap dalam mimpi,kita masih harus berkutat dengan pikiran
  • mau berlibur bersama keluarga,berarti perusahaan harus dipercayakan kepada salah satu karyawan
  • Belum lagi segala macam urusan pajak
  • Kalau perusahaan mengalami kebangkrutan,maka boleh jadi rumah yang dijadikan tempat tinggal ,akan disita bank
  • urusan perpanjangan izin usaha,izin tempat dan sebagainya
  • Begitu mendengar berita nilai tukar dolar anjlok,maka kita tidak bisa tidur.

Setiap Pilihan Selalu Mengandung Risiko

Setiap pilihan selalu mengandung resiko, namun resiko harus diambil. Karena yang terburuk dalam hidup ini, bukanlah orang yang gagal dalam upaya mencapai cita-cita hidupnya, melainkan orang yang sama sekali tidak berani mengambil risiko.

Nah, jalan mana yang terbaik bagi kita, tentu jawabannya ada di dalam hati kita masing-masing, secara garis besar sudah digambarkan "enak tidak enaknya" menjadi seorang karyawan dan begitu juga, bilamana pilihan kita adalah menjadi seorang wirausaha.

Berbagi Secuil Pengalaman Hidup

Mengenai pengalaman hidup sudah sering saya tuliskan dan bilamana diulangi lagi, akan terasa sangat membosankan. Karena itu saya hanya menulis sekilas sebagai gambaran. Yakni setelah usaha untuk menjadi pedagang antar kota gagal total, maka saya alih profesi menjadi karyawan. kemudian alih profesi menjadi guru dan sekaligus penjual kelapa.

Kemudian bekerja selama 3 tahun di perusahaan ekspor, hingga menjadi wirausaha. Berdasarkan pengalaman kerja selama tiga tahun, serta kerja keras selama bertahun tahun, akhirnya saya menjadi seorang pengusaha.

Lulusan universitas beken di luar negeri, dengan predicate magna cumlaude, bukan berarti bisa secara serta merta menjadi seorang pengusaha. Karena antara teori dan praktik, butuh waktu untuk saling beradaptasi.

Karena itu sebelum mengambil keputusan untuk melangkah menjadi pebisnis, mutlak diperlukan setidaknya dua atau tiga tahun magang di bidang yang akan digeluti dibelakang hari. Karena masa masa magang tersebut,merupakan peluang  emas untuk belajar memahami bahwa ada banyak hal dalam praktik bisnis, yang tidak tersentuh oleh pelajaran di universitas manapun di dunia.

Sebagai salah satu contoh kecil adalah bahwa antara berat karung baru dan karung bekas ada selisih berat sekitar 1 ons, yakni karung goni bekas lebih berat 100 grams perlembar dibandingkan dengan karung goni baru.

Hal yang tampak sangat sepele,namun di dunia bisnis, hal ini termasuk yang diperhitungkan. Bahkan tali goni, yang digunakan untuk menjahit barang-barang yang dikarungkan dan akan diekspor harus diperhitungkan. Belum lagi biaya membeli zat pewarna untuk merk goni.

Biaya mencetak alamat si penerima di atas seng, sehingga dapat digunakan untuk memasang merek pada setiap karung goni. Hal ini merupakan gambaran bahwa untuk menjadi seorang pengusaha perlu persiapan yang matang. Tidak mungkin dilakukan bila hanya duduk di belakang meja.

Pilihan ada ditangan kita masing-masing. Semoga jangan sampai salah memilih jalan hidup.

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun