Tapi Harus Terpenuhi Syarat Syaratnya
Dalam acara makan bersama siang ini,ada pertanyaan yang cukup mengelitik, yakni "Sesudah pensiun,bagaimana Pak Tjip dan bu Rose,masih bisa kesana kemari?" Bukankah setiap kali berpergian,membutuhkan dana yang tidak sedikit?"
Pertamuan siang ini,merupakan pertemuan gabungan dari komunitas yang berbeda,tapi sama sekali tidak ada hambatan,Baik dalam berkomunikasi,maupun dalam membahas masala masalah kehidupan.Â
Ada Pak Justian dan istri yang hadir disamping kami berdua Pak Happy yang menempuh perjaanan selama 4,5 jam dari Pekalongan, Mas Eko dari Depok  dan Pak Eddy Supriatana bersama istri, ada Pak Ping yang datang sendirian dan begitu juga bu Diena, tetangga kami di Wisma Indah I, Padang,yang sudah 30 lalu meninggalkan kota Padang.
Walaupun beberapa diantaranya, baru pertama kali ini bertemu, tapi dalam waktu kurang dari dua  menit, kami semua sudah berkomunikasi seperti layaknya  komunikasi antara sahabat lama.Â
Rasanya seperti ada kerinduan, untuk semakin sering merasakan, bahwa suasana  persabahatan, yang lepas dari dinding-dinding yang membatasi kami,karena alasan perbedaan suku  bangsa, budaya dan agama.
Bahkan istri pak Eddy Supriatna, yang barusan pensiun dari depaartemae agama, tak tampak sedikitpun kikuk mengikuti alur komnikasi kami yang mengalir bagaikan luapan air
Kembali Kejudul Tulisan
Kembali kejudul tulisan, mengenai pertanyaan, bagaimana kami mampu menjalani hidup setelah pensiun dan bukan lagi pengusaha? Padahal aktivitas travelling kami kesana kemari tidak terhentikan dari tahun  ketahun. Bagaimana kami membiayai semuanya ini? Maka saya jelaskan, bahwa persiapan ini,bukan kami lakukan dalam sebulan dua bulan, melainkan sejak puluhan tahun lalu. Dengan cara:
- tidak mengganggu cash flow, agar bisnis kami tetap berjalan lancar
- menyisihkan sebagian dari keuntungan perusahaan untuk membiayai pendidikan anak anakÂ
- menyisihkan sebagian dari keuntungan perusahaan untuk masa tua kami
- mempersiapkan "proyek" pribadi, sebagai passive income
- Walaupun jumlahnya tidak besar, tapi untuk biaya hidup kami tidak perlu mengutak atik tabungan masa tuaÂ
Hindari Passive Income yang Rawan Penipuan
Cukup banyak teman teman  kami,yang terkecoh oleh iming iming : "passive income" seperti:
- arisan emas batangan
- investasi di perkebunan ginsesng
- investasi di kapal pesiar
- saham bodong
- dan lain lainnya
Yang berakhir dengan cara yang amat menyedihkan Salah satu teman saya menginvestasikan seluruh simpanan hari tuanya dengan membeli saham dan akhirnya, seluruh saham yang dipegangnya tidak lebih berharga dari kertas pembungkus kacang goreng, padahal sebagai teman, saya sudah  mengingatkan sejak awal. Namun karena teman saya tamatan MBA dari luar negeri, tentu saya tidak berani terlalu jauh mencamouri urusan pribadinyaÂ
Hal ini,hanya salah satu contoh, masih banyak teman teman baik saya, yang harus menjalani hidup dengan penuh keprihainan. Jangan lupa, ijazah dari luar negeri, bukanlah jaminan, bahwa lebih piawai dalam mempersiapkan hari tua,Karena pengalaman hidup adalah guru yang terbaik.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H