Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Ketika Menua Orang Berubah Jadi Cengeng?

3 Desember 2018   08:36 Diperbarui: 3 Desember 2018   08:59 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ilustrasi: wordpress.com

Benarkah Orang Tua Berubah Menjadi Kekanak Kanakan Sudah Merupakan Ritual Hidup?

Ini  bukan lelucon,melainkan drama kehidupan,yang dapat kita saksikan dengan  mata kepala sendiri .Ketika anak anak baru tumbuh gigi ,ia belum bisa  makan yang keras keras,makanya disediakan bubur atau pudding, sebagai  santapan sehari harian. Anak seusia ini belum mampu mengenakan pakaian  sendiri,harus dibantu.

Sebagai anak - anak biasa rewel, sedikit saja  tersenggol menangis sedih. Apalagi kalau dimarahi kalau mulai  ngomong, ya biasalah asmong atau asal ngomong yang tidak jarang  kedengaran lucu, tapi terkadang juga menjengkelkan.  Berjalan juga harus  dituntun, agar tidak jatuh terutama ketika naik turun tangga. 

Anak anak  seusia ini rasa egonya sangat tinggi, bahkan kalau ada adiknya yang baru  lahir bisa saja ia menaruh iri hati kepada adik kandungnya, karena merasa  tersaingi. Perhatian orang tua dan seluruh keluarga, yang biasanya hanya  tertuju pada dirinya, kini sudah terbagi dua. Malahan terkadang ,adiknya  mendapatkan perhatian yang lebih besar ,ketimbang dirinya.

Mari Kita Tengok Sifat Orang Yang Sudah Menua

Sebagian  orang tua sepertinya mengalami :"back to nature", kembali kealam masa  kecilnya. Gigi mulai ompong,iasa makan dendeng balado dan gulai  kambing,kini cuma bisa makan bubur. Mau pakai pakaian saja sudah mulai  susah, bahkan mengancing baju saja tangan gemetaran. Kemana mana  dituntun, karena kuatir jatuh. 

Ngomong sudah mulai melantur sana sini, malahan tidak jarang menjengkelkan  orang yang mendengarkan. Dan tak  ubahnya bagaikan anak kecil, tipe orang seperti ini menjadi sangat baper  atau sensitif. Sedikit saja ada yang ngomong tidak sesuai dengan  suasana hatinya ia mulai ngambek dan sedih. Tidak jarang orang tua tipe  ini, berpura-pura sakit berkepanjangan, agar mendapatkan perhatian penuh  dari anak cucu. Diantarkan bubur ayam dan pudding, serta makanan enak - enak lainnya.

Mengapa Hal Tersebut Bisa Terjadi?

Kondisi  seperti ini,walaupun beda ruang dan beda situasi,tapi merupakan bagian  dari Post  Power Syndrome. Banyak orang mengira bahwa kondisi ini hanya  terjadi dikalangan pejabat. Padahal sesungguhnya setiap orang  akan  mengalaminya, karena setiap orang setidaknya pernah mengalami masa - masa dimana dirinya dihormati, diberikan tempat untuk berbicara. 

Mungkin  sebagai Ketua RTatau ketua PKK ,maupun pimpinan dalam komunitas  kecil. Setidaknya setiap orang pernah punya peran dalam hidupnya. Dan  bilamana tiba waktunya harus mundur maka pada saat tersebut terjadi  kegamangan, dalam menghadapi hari- hari, dengan hidup kesepian dan  menyendiri.

Hal ini dapat kita saksikan terjadi dalam lingkungan  dimana kita tinggal. Bahkan mungkin saja terjadi dalam keluarga kita,  orang yang dulu kedatangannya disambut dengan ramah dan selalu  mendapatkan tempat di depan sejak turun dari panggung sambutan semacam  itu sudah tidak lagi diperolehnya. Bahkan ketika menghadiri  undangan hanya disambut panitia dan mengatakan :"Silakan duduk dibaris  belakang ya pak, karena di depan khusus untuk tamu VIP". 

Kalau  dulu undangan datang bertubi tubi, kini semakin hari undangan semakin  langka diterimanya. Bila tidak siap mental maka hal ini akan merontokkan  kegairahan hidupnya. Terus duduk melamun dan murung dan hidupnya  berakhir dengan menyedihkan dan meninggal. Walaupun urusan  meninggal  kita anggap urusan tuhan, tetapi tentunya kita tidak ingin  hidup kita  berakhir dengan cara menyedihkan yaitu menebarkan kegelisahan  dan  kegalauan dalam keluarga. Menjadi beban istri dan anak cucu, serta   kemudian meninggal dalam kondisi yang memilukan.

Oleh karena  semua orang  ,kalau diberikan umur panjang oleh Tuhan, maka alangkah  bijaknya bila  sejak sedini mungkin kita mempersiapkan diri. Agar bila  masanya tiba harus turun panggung,maka kita tanpa merasakan  kegamangan, dapat melangkah dengan lega memasukki masa pensiun dengan  penuh rasa  percaya diri. 

Karena memiliki keyakinan diri,bahwa diri kita  tetap bisa  berkarya bagi sesama,kendati di usia pensiun. Post Power   Syndrome, merupakan istilah dalam ilmu psikologi yang merupakan gejala   yang dialami bukan hanya seseorang yang pernah mengalami masa  kesuksesan  di dalam perjalanan hidupnya, seperti yang banyak disangka  orang. Post  Power Syndrome bisa datang pada semua lapisan masyarakat  yang memiliki  pekerjaan rutin,seperti karyawan,guru.dosen dan  sebagainya.

Memang yang  paling merasakan adalah bila seseorang  pernah berada ditempat yang  "terhormat" dan tiba tiba harus melepaskan  semuanya. Kemudian karena  berbagai faktor, segala fasilitas dan  kemudahan kemudahan yang selama ini  selalu setia mengikutinya kini tiba - tiba berubah. 

Kalau biasanya setiap  pagi, sudah terjadwal kegiatan  sehari penuh tiba - tiba ia harus tinggal  di rumah sepanjang hari dan  tidak tahu harus kemana atau melakukan apa?  Kalau selama ini ada  kolega atau teman tempat diskusi atau curhat, kini  semuanya sudah  berakhir. Hal ini secara sadar atau tidak akan berimbas  kehidupan  pribadinya. 

Orang yang tidak mempersiapkan diri sejak sedini   mungkin, akan merasakan suatu kegoncangan pada tatanan kehidupannya. Ia   akan menjadi labil dan emosinya tidak lagi stabil, yang pada akhirnya   akan menyebabkan merosotnya daya tahan tubuh dan jatuh sakit. 

Sebenarnya  terlepas dari siapapun adanya diri kita,  adalah wajar ada rasa  kekuatiran menghadapi masa masa pensiun. Karena  pensiun bukan hanya pemasukan uang tidak lagi berjalan seperti  biasa, tetapi pensiun juga  berarti ia tidak lagi memiliki "kekuasaan"  untuk "memerintah" orang  lain. 

Bila gejala ini merambat dan menguasi  dirinya, maka kegalauan dan  keresahan tidak hanya merugikan diri  sendiri, tetapi langsung atau tidak  akan menebar dan mendistorsi anggota  keluarga. Oleh karena itu pilihan  terbaik adalah  jika kita  memasuki  masa pensiun, tanpa rasa  kekhawatiran yang berlebihan . 

Cegah Sedini Mungkin

Mempersiapkan  diri sedini mungkin dengan menanamkan di dalam hati bahwa  tidak ada  manusia yang bisa hidup selamanya. Bahwa suatu waktu suka  ataupun  tidak, kedudukan kita akan digantikan oleh orang lain.  Tanamkanlah pada  diri kita ,bahwa pensiun adalah sesuatu yang wajar yang  merupakan  proses alami yang tidak dapat dihindarkan oleh  siapa saja. 

Dengan  jalan menerima bahwa hal tersebut adalah suatu kenyataan  hidup maka  hati kita menjadi tenang. Jauh dari kerisauan memikirkan masa  pensiun, tentunya dengan mempersiapkan tabungan  masa tua dengan sebaik-baiknya

Ikut Aktif Dalam Setiap Kegiatan Sosial

Mencari  kesibukan, dengan ikut serta dalam berbagai kegiatan sosial  dilingkungan  dan menjalin hubungan dengan baik pada siapa saja  tanpa  memandang apakah itu selevel ataupun tidak dengan kita. Sehingga   ketika memasuki masa pensiun, bila kita memiliki kepribadian yang baik   pasti akan tetap akan dihargai dengan baik. 

Akan tetapi sebaliknya bila  memiliki kepribadian yang tidak menyenangkan maka jangan heran bila  kita tidak disapa orang. Jangan lupa, yang menabur akan menuai dan yang  tidak pernah menabur jangan pernah berharap akan menuai apapun.

Jangan  pernah membanggakan diri,baik karena jabatan, maupun  kekuasaan yang  kita miliki pada saat masa jaya. Dan selalu mengingat  prinsip hidup, bahwa segala sesuatu yang  sudah berhasil dicapai tidak akan selamanya  kita miliki. Sehingga  kelak bila waktunya memasuki masa pensiun maka  kita dengan berbesar  hati dan percaya diri, berani melenggang turun dari  panggung. Sehingga dengan demikian, maka terpenuhilah harapan kita, yakni :"muda berkarya,tua tetap berguna"

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun