Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketemu Nomor Telepon Sahabat Lama? Jangan Buru-buru Telepon

20 November 2018   18:00 Diperbarui: 20 November 2018   18:25 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan Hanya Zaman Berubah,Tapi Sikap Orang Juga Bisa Berubah

Seperti  kata pribahasa:" Lain Bengkulu,lain pula Semarang" ,ternyata benar benar terbukti.  Saking mengebu gebunya ingin menyambung hubungan pertemanan yang sudah terputus sejak puluhan tahun lalu,maka begitu dapat nomor Ponsel sahabat lama dan sekaligus tetangga,maka pertimbangan akal sehat terabaikan. 

Yang dikedepankan adalah rasa kangen untuk segera bisa berbicara dengan sahabat kental .Dalam angan saya,begitu saya mengatakan :" Halo John."maka akan disambut dengan teriakan :" Hai  Effendi,apa kabar? Aduh kemana saja menghilang? .

Maklum ,disamping sahabat main sewaktu kecil,sekaligus kami tetangga dekat. 

Terakhir kami berpisah sejak selesai SMA ,karena John melanjutkan kuliah di Bandung,sedangkan saya langsung bekerja selama dua tahun,untuk mengumpulkan uang ,agar dapat melanjutkan studi di IKIP Padang. 

Sejak saat itu ,hubungan kami terputus,sama sekali. Maklum pada zaman itu ,jangankan Ponsel. telepon rumah saja,hanya orang kaya yang punya

Bagaikan Diguyur Seember Air

Akan tetapi apa yang ada dalam angan angan saya,ternyata adalah sebuah kesalahan besar. Karena secara tanpa sadar,saya lupa bahwa kami sudah lama tidak bertemu dan sahabat saya kini sudah jadi Boss besar. 

Saya lupa diri,sehingga terbelenggu oleh over expectation.Begitu nomor ponsel yang ada ditangan ,saya tekan dan call.beberapa saat terdengar suara yang berat diujung sana:"Selamat pagi.Maaf  ini dari siapa?" 

Saya langsung menjawab:" Hai John,ini saya Effendi !" 

" Hmm maaf.Effendi yang mana ya?"terdengar jawaban 

" John,masa lupa,kita kan sahabat baik dan tetangga ?!" Jawab saya agak grogi ,namun masih penuh harapan

"Hmm hmmm Oya yaa... apa kabar Effendi?" suara John amat datar.Tapi bagi saya ,serasa seperti bara menyala yang disiram dengan seember air. 

Tidak ada nada antusias,sebagaimana layaknya,sahabat lama saling bertemu dan berbicara lewat telpon. 

Untuk sesaat saya terdiam. Dan terdengar suar John kembali di telpon :" Maaf ya Effendi,saya sudah ditunggu ,mau meeting ,apa yang bisa saya bantu?" Jawab John

Kalimat ini sungguh terasa sangat menusuk bagi saya. Serasa tidak percaya akan apa yang saya dengar. 

Mau marah? Apa hak saya? Lagi pula ini adalah kesalahan saya,karena lupa diri.Lupa bahwa sahabat saya kini,sudah menjadi orang sukses. 

Kemudian,saya menjawab datar:"Ok John,terima kasih anda sudah mau menerima telpon saya.  Saya tidak perlu bantuan apa apa" 

" Okelah ya Effendi" dan klik telpon ditutup

Pelajaran berharga bagi saya

Kejadian ini,membuat saya sedih.Namun menyadarkan saya,bahwa uang,kekayaan dan kesuksesan bisa mengubah sikap orang,dari seorang sahabat baik selama belasan tahun,tiba tiba bisa bersikap seakan berbicara dengan orang asing ,yang menelpon untuk minta bantuan.

 Dan dalam hati,saya bertekad,tidak akan menggunakan kalimat :" apa yang bisa saya bantu?" bila yang menelpon adalah sahabat saya.

Hal ini bertolak belakang dengan perjumpaan dengan mantan anak didik saya,yang begitu antusias bisa berkomunikasi dengan saya,bahkan setiap hari kami saling berkomunikasi di WAG. 

Padahal mereka juga orang orang sukses .pemilik perusahaan impor.dealer kendaraan dan sebagainya,namun respon yang bertolak belakang ,justru saya terima dari sahabat baik semasa kecil dan sekaligus  tetangga. Perjalanan waktu bisa mengubah sahabat menjadi seorang asing.

Semoga apa yang saya alami ini,jangan sampai terjadi pada diri orang lain. Mendapatkan nomor telepon sahabat lama,sebaiknya dihubungi via WA terlebih dulu,untuk menjajaki sikap sahabat kita menerima pesan dari kita .

Jangan langsung menelpon seperti kesalahan yang saya lakukan,karena hanya akan melukai hati kita

Pelajaran hidup seperti ini,hanya dapat ditemukan di Universitas Kehidupan. Menyakitkan memang,tapi sebuah pelajaran berharga,untuk tidak over expectation kepada seseorang,betapapun akrabnya hubungan kita.Apalagi bilamana sudah lama tidak ketemu.

Belajar di bangku sekolah akan menghadirkan ilmu pengetahuan dalam diri kita.,tetapi belajar dari Universitas Kehidupan,akan menghadirkan  kearifan dalam diri kita,untuk memahami bahwa uang dan jabatan,bisa mengubah sahabat baik,menjadi orang asing,terhadap diri kita .

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun