University of LIfe
Sebelum sempat menimbulkan kemarahan dari kalangan universitas ataupun dari para Guru besar dan dosen dari berbagai universitas, perlu disampaikan bahwa tulisan ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan universitas manapun di dunia ini. Melainkan semata-mata merupakan universitas di ruang hidup yang berbeda, yakni University of Life. Pendidik serta pengajarnya adalah alam semesta dan mahasiswanya adalah seluruh umat manusia di dunia ini.
Satu satunya universitas di dunia ini yang lulusannya tidak mendapatkan ijazah adalah University of Life atau Universitas Kehidupan. Di Universitas ini tidak mungkin mendapatkan gelar palsu karena jurinya adalah sang waktu. Time will be the witness.Â
Waktu menjadi saksi tentang berhasil tidaknya seseorang dalam proses pembelajaran diri di Universitas ini. Gurunya adalah kehidupan itu sendiri. Di sini setiap orang belajar selama 24 jam sehari dan 365 hari dalam setahun. Tak ada waktu jedah, apalagi liburan dan tidak ada ruangan yang menjadi sekat antara mahasiswa dari berbagai bidang kehidupan.
Ujian meliputi berbagai bidang kehidupan, antara lain: Bidang Keimanan, kemampuan untuk tetap bertahan hidup dalam penderitaan, kerendahan hati, kejujuran, kasih sayang terhadap sesama manusia, kemampuan untuk mengaplikasikan hidup berbagi, kemampuan untuk hidup damai dalam keberagaman serta banyak lagi yang tidak mungkin disebutkan semuanya satu persatu di sini.
Lulusan  University of LifeÂ
Selain dari yang disebutkan di atas, masih ada hal yang mutlak diperlukan, yakni harus mampu lulus dalam ujian hidup yang bernama P.H.D. Ini bukanlah gelar akademis melainkan singkatan dari:
- P= Poor -- miskin
- H= Hungry --kelaparan
- D= Desperate -- penderitaan
Yakni menggodok kita untuk memahami bahwa hidup itu tidak selamanya mulus, nyaman dan aman. Tidak jarang kita harus menjalani hidup dalam kepahitan dan penderitaan lahir batin.Â
Beruntunglah bagi yang tidak pernah mengalaminya, namun mutlak diperlukan untuk merasakan bagaimana sesungguhnya hidup dalam kemiskinan dan penderitaan. Karena itu, wajib setidaknya sekali dalam hidup mengunjungi tempat pemukiman yang kan menghantarkan kita mendapatkan pencerahan diri bahwa di luar sana, masih ada jutaan orang yang hidupnya terpuruk selama bertahun-tahun.
Hal ini akan menghadirkan:
- Rasa syukur yang mendalam dalam diri kita
- Menjauhkan kita dari kesombongan diri
- Menghargai setiap potong  makanan
- Terinspirasi dan termotivasi untuk terapkan hidup berbagi
- Menyadarkan  kita,bahwa dalam kelebihan yang dimiliki,ada hak  orang miskin didalamnya
- Bahwa sekaya apapun, hidup tidak berarti apapun,bila tidak membawa manfaat bagi orang lain
Bahwa keindahan hidup, tidak semata tergantung pada seberapa bahagianya hidup kita, melainkan seberapa besar hidup kita memberikan manafaat bagi orang lain.
Hanya sebuah renungan
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H