Hal-hal yang bagi kita adalah hal yang sangat biasa, seperti makan hanya dengan tangan, tanpa sendok, garpu, dan pisau bagi orang asing dianggap aneh. Begitu juga sebaliknya, hal yang dianggp sepele di negeri orang, bisa dianggap aneh dan unik bagi kita orang Indonesia.
Seperti misalnya, kalau ada yang merayakan ulang tahun atau pesta pernikahan wajar bila yang datang hanya yang diundang saja. Mengingat mungkin yang merayakan pesta hanya mempersiapkan tempat yang terbatas. Apalagi bila perayaan diadakan di hotel berbintang, yang biayanya dihitung perkepala yang datang.
Akan tetapi, mana ada berita duka, misalnya, ada kerabat atau teman maupun tetangga yang tinggal di lingkungan yang sama meninggal dunia, maka sebagai rasa simpati tanpa perlu diminta kita akan menyempatkan diri untuk melayat. Setidaknya untuk menyatakan ikut berduka cita, bahkan bila memungkinkan ikut berdoa bersama keluarga almarhum. Rasanya hal ini sudah mendarah daging bagi kita sebagai orang Indonesia
Kata pribahasa, lain padang, lain belalangnya. Mungkin itu yang mewakili apa yang menjadi kebiasaan orang-orang di Belanda ini.
Menurut kerabat kami yang sudah 40 tahun tinggal di sini, kalau ada berita duka, maka kita diundang maka kita boleh datang.
Sebaliknya, kalau tidak diundang, jangan datang, karena keluarga almarhum mungkin punya alasan tersendiri, seperti tidak ingin ramai-ramai di rumah duka atau merasa diri kita diangggap tidak akrab dengan keluarganya semasa alamarhum atau almarhumah masih hidup.
Apakah mereka salah?
Tentu bukan hak kita untuk menghakimi orang bersalah atau tidak. Karena logika mereka, semasa hidup orang tidak peduli, apa gunanya ketika sudah almarhum datang.
Keunikan lainnya, menurut saya, adalah kata kata :"Awas Copet" di beberapa sudut ruangan tempat berfoto pakaian tradisi Eropa kuno dalam berbagai mode dan ragam.
Ada foto-foto orang terkenal dari Indonesia, seperti Gusdur dan Titiek Puspa dan bintang-bintang selebriti lainnya yang terpajang diestalase. Tentu sebagai orang Indonesia, saya ikut merasa bangga.
Tapi tiba-tiba nyali saya ciut ketika pandangan mata saya tertuju pada peringatan: "Awas Copet".
Syukurlah. Maksudnya justru mengingatkan orang Indonesia agar hati hati karena di Amsterdam juga banyak copet.
Untuk mendidik warga agar parkir digedung parkir yang sudah disediakan, maka sebagai kompensasinya, setelah parkir dan membayar sekitar 5 euro, maka berdasarkan karcis parkir pengemudi berhak menumpang bus umum untuk 5 orang, perjalanan pulang-pergi di dalam kota.
Pada awalmya saya kira Ronald cuma bercanda, tapi setelah dibuktikan, saya yakin, bahwa memang benar bahwa dengan bayar parkir pemilik kendaraan berhak menggunakan bus umum untuk 5 orang secara gratis.
Mungkin masih banyak lagi yang unik, tapi untuk ini saya sudahi hingga di sini.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H