Hidup Itu Sederhana, Jangan Dibuat Menjadi Sulit
Sejak kedatangan kami di Italia, kami sudah diajak berkeliling mengunjungi sahabat sahabat Margaretha dan Sandro yang tinggal di beberapa daerah yang terpisah. Ada hal hal menarik yang saya catat dalam hati, yakni selama berkunjung, berbicara hilir mudik dalam bahasa gado gado, Indonesia, Italia dan Inggeris, tak satupun tampak wajah yang murung.Â
Semuanya meninggalkan pekerjaaan dan kesibukan dan terfokus pada kunjungan kami. Bukan hanya tuan rumah dan nyonya rumah, tapi anak anak, mantu dan cucu-cucu  mereka. Tampaknya disini berlaku, tamu satu orang adalah tamu untuk seluruh keluarga.
Kemarin, kami diajak mengunjungi daerah pertanian Materllago, yang berjarak lebih kurang sejam berkendara dari Padova dikemudikan oleh Sandro dan terkadang oleh Margaretha. Kemudi kendaraan berada disebelah kiri, begitu juga aturan berlalu lintas. Bagi kita yang sudah terbiasa mengemudikan kendaraan di Indonesia, tidak dapat secara serta merta mencoba mengemudikan kendaraan di sini karena sangat riskan.
Menurut adik kami Margaretha, jagung ditanam hanya untuk makanan ternak. Hanya sedikit sekali orang yang menghidangkan jagung sebagai santapan di atas meja makan atau dijual sebagai jagung rebus maupun jagung bakar.
Kami menyempatkan diri untuk mengunjungi tiga keluarga dan seperti yang sudah dijelaskan diatas, kami menjadi tamu seluruh keluarga. Yang sedang di kebun menghentikan kegiatannya dan duduk mengobrol bersama dalam ruang tamu yang sangat sederhana.Â
Di sudut ruangan ada tv yang sudah kuno dan tidak ada lemari pajangan atau benda apapun yang berbau kemewahanTak ada perabot mewah dalam ruang tamu tapi suasana kekeluargaan dan persahabatan sangat kental dirasakan. Apa saja isi pembicaraan kami? Pertanyaan pertama adalah dari negara mana? Dari Indonesia? Wow. luar biasa,enak benar ya bisa jalan jalan
Ada sumur Bor dengan kedalaman 300 meter dan airnya layak diminum langsung. Â Secara logika bisnis, sesungguhnya bisa dijadikan sumber uang masuk, namun ternyata cara berpikir hidup di kota besar, berbeda dengan mereka yang hidup di desa. Ternyata sumur bor ini dibangun bersama sama dan terbuka untuk orang orang sekitarnya untuk mengambil sepuas hati.
Tidak ada kurungan besi atau apapun,disekeliling sumur ini,karena sumber air ini dijadikan sebagai sarana untuk hidup berbagi. Hal yang di kota, sesuatu yang tidak mungkin ditemukan.Â
Maka kami minta ijin untuk mengisi botol botol kosong di mobil dengan air langsung dari bumi ini. Terasa sejuk dan menyegarkan. Air mineral tanpa tambahan zat apapun. Sebagai orang yang pernah berbisnis, saya terus terpikirkan, mengapa tidak dijadikan sumber masukan ? Inilah beda cara berpikir ,orang  yang hidup di kota dan orang yang sudah terbiasa hidup di desa.
Mereka tidak butuh kebanggaan yang diimpor dari benda-benda mahal. Menikmati makanan dari hasil perternakan dan perkebunan sendiri. Jauh dari kebisingan dan hingar bingar kota dan tidak terkontaminasi dengan virus politik.
Sebelum pulang, kami dibekali oleh-oleh buah tomat segar sekantung penuh dan buah melon yang sudah ranum. Sambil melambaikan tangan: "Arriverderci", sampai bertemu kembali!
Sebuah pelajaran hidup yang dapat dipetik adalah: " Hidup itu sesunguhnya sederhana, mengapa terus dipersulit?"
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H