Venezia atau ditulis dalam bahasa Inggeris menjadi Venice, adalah kota yang sama. Hanya sekadar perbedaan bahasa saja, seperti juga ketika kita menuliskan dalam bahasa indonesia menjadi Venesia yang memiliki Marcopolo International Airport. Jarak lokasi wisata ini dengan  kota Padova, di mana kami tinggal bersama adik kami hanya sekitar 30 menit berkendara.
Usai sarapan pagi, kami langsung diajak adik kami Margaretha dan suaminya Sandro menuju ke stasiun kereta api yang akan membawa kami ke Venesia St.Lucia. Karena ada 2 Venesia disini, yakni satu Venesia daratan dan yang menjadi daerah tujuan wisata adalah Venesia Santa Lucia.
Venesia yang Tidak Pernah Sepi Pengunjung
Walaupun kami datang pagi hari, tapi ternyata disana sudah ramai. Tidak dapat membedakan mana yang wisatawan domestik atau wisatawan dari mancanegara, kecuali ketika mereka berbicara. Karena warga lokal di sini bukan hanya kulit putih semata, tapi juga terdiri dari berbagai suku bangsa di dunia ,antara lain dari India, China dan wajah-wajah yang bertampang Timur Tengah.
Di sepanjang jalan, berjajar dengan rapi restoran yang berdampingan dengan hotel yang sama sekali tidak tampak sebagai hotel, karena merupakan bangunan kuno. Kentara benar, bahwa pemerintah di sini benar-benar menjaga keasrian seluruh bangunan, sehingga semuanya tampil sebagaimana bangunan pada abad lalu.Â
Pedagang Kaki Lima
Diruas jalan yang agak lapang, tampak beragam kedai kedai kaki lima yang menjajakan aneka ragam barang dagangan mereka. Mulai dari aneka ragam cendera mata, baju kaus merk Venezia dan beragam topeng dari ukuran mini, hingga topeng yang dapat digunakan oleh orang dewasa.
Seperti layaknya barang-barang di kaki lima di negeri kita, disini harga barang bisa ditawar. Umpamanya selembar baju kaus yang ditawarkan dengan harga 10 Euro setelah ditawar, akhirnya dijual dengan harga perlembatnya 6 Euro.