Siang ini kami diajak makan siang oleh adik kami Margaretha dan suaminya Sandro untuk merayakan ultah ke-75 istri saya. Karena kendaraan hanya memiliki kapasitas 5 orang, termasuk Pengemudi, maka Sandro mengikuti dengan scooter. Jarak antara apartement di mana kami menumpang di unit milik Sandro dan Margaretha hanya berjarak tempuh sekitar 7 menit dan kami sudah tiba di lokasi.
Dari luar, tidak tampak sama sekali bahwa bangunan yang besar dan luas ini adalah restoran paling besar dan paling unik di propinsi ini. Tapi begitu kami menginjakan kaki di lamannya, mulai tampak bahwa bangunan ini bukanlah sebuah pabrik atau gudang, melainkan difungsikan sebagai restoran paling unik dan mewah di kota ini. Dindingnya hampir seluruhnya dijaga keasliannya dan  begitu juga lorong-lorongnya yang mirip dengan Lobang Jepang di kota Bukittinggi. Ditambah lagi dengan dekorasinya yang terbuat dari botol kosong yang  dimanfaatkan sebagai restoran.
Untuk dekorasinya, terbuat dari botol bekas yang dirakit sedemikian rupa sehingga dari jauh tampak sebagai mode tersendiri untuk melengkapi kesan artistik dari restoran ini.Â
Di dinding ada tulisan yang merupakan ringkasan asal muasal bangunan ini. Akan tetapi karena ditulis dalam bahasa Italia, maka saya menanyakan  pada adik kami. Menurut penuturan Margaretha, pada abad ke-19 keluarga Morandi yang asalnya dari Canton Vicino membangun pabrik batu bata di Kota Padova untuk keperluan bangunan rumah yang dimanfaatkan untuk membangun rumah. Karena di sini, rata-rata bangunan terbuat dari batu bata.
Karena merupakan satu-satunya pabrik batu bata, maka tak heran dalam waktu singkat pabrik bata ini menjadi populer. Karena itu, hingga saat ini masih dapat dibuktikan bahwa ruang yang ada dulu adalah tungku-tungku pembakaran tembok. Namun seiring dengan perkembangan zaman, maka gaya pembuatan batu bata dengan gaya lama ini ditinggalkan sejak tahun 2000. Sejak saat itu,bangunan bersejarah ini ditetapkan sebagai Heritage Building. Belakangan ini ruang bagian dalam direnovasi di bawah pengawasan Unesco tanpa mengubah bentuk aslinya dan dijadikan restoran.
Untuk santap siang ini kami dipersilakan oleh adik kami memesan masing-masing. Tapi karena tidak mengerti nama-nama menunya, maka kami minta tolong  kepada adik kami Margaretha  untuk memesan makanan. Saya minta spagetti, istri saya minta steak, dan keponakan kami dan suaminya juga minta tolong dipesankan.
Di laman depan tampak taman taman bunga tertata apik dan menawan hati.
Usai santap siang, maka sementara menuju ke tempat parkir, kami menikmati taman yang indah dan tertata rapi. Ada air yang mengalir dengan deras lewat selokan kecil dengan airnya yang jernih. Gemerciknya bunyi air, semakin melengkapi keunikan dan keindahan restoran unik ini.
Sewaktu kami beranjak meninggalkan lokasinya, tampak di luar masih banyak tamu yang berdatangan. Sungguh menikmati santap siang di restoran unik ini meninggalkan kesan yang sangat manis bagi kami semuanya.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H