Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

17 Jam di Udara, Bagaimana Rasanya?

17 Juli 2018   22:20 Diperbarui: 17 Juli 2018   23:07 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terbang selama berjam-jam, memang bukan suatu hal yang luar biasa. Karena bagi orang lain, mungkin sudah merupakan  pekerjaan rutin baginya. Tapi bagi kami, setiap kali mendapatkan kesempatan untuk perjalanan jauh, sungguh menghadirkan rasa syukur yang mendalam karena tidak semua orang mendapatkan kesempatan seperti yang kami peroleh. Sekaligus merupakan  proses pembelajaran diri dan bagian dari ilmu kehidupan, bahwa dalam segala keberagaman orang bisa tetap bisa saling menghargai di manapun berada.

Stop Over di Hamad International Airport

Layanan yang dikedepankan oleh maskapai penerbangan Qatar air ini mungkin merupakan yang terbaik dari seluruh maskapai penerbangan yang pernah kami tumpangi. Kalau mau dibandingkan, bisa dikatakan kira-kira setara dengan layanan yang diberikan oleh maskapai Emirates airline. Bahkan untuk minuman tidak ada batasnya. Maksudnya setiap penumpang cukup menekan tombol lampu dan pramugari langsung datang dan menanyakan mau minum apa?

Sejak dari kami naik ke pesawat, sudah beberapa kali dibagikan makanan, mulai dari makan malam, sarapan, dan makan siang. Pagi ini, kembali para penumpang barusan selesai santap pagi, yang terdiri dari pilihan menu ayam atau telur. Kami memilih scramble egg, satu box penuh dengan roti untuk menemaninya. Ada keju dan selai, serta buahan yang sudah dipotong-potong .Dan tentunya secangkir kopi hangat. Hingga di sini, rasanya perut sudah penuh terisi.

Namun karena tidak biasa membuang-buang makanan, karena pengalaman tempo dulu selama tujuh tahun untuk makan saja susah, maka dengan mengempos seluruh tenaga menghabiskan satu box  Yogurt. Rasanya makanan sudah penuh sampai di dada. Eeh masih dibagikan lagi orange jus dan coklat.

Maka dengan sangat terpaksa bilang sama Pramugari. "Sorry, I am full". Tapi entah karena bahasa Inggeris saya pronounciationnya tidak dimengerti atau boleh jadi dianggap tugasnya adalah membagi, maka dengan senyum manis si Pramugari tetap saja meletakkan orange jus dan coklat dengan santun di meja kami. 

Kalau boleh jujur, dalam hal makanan dan minuman, Garuda jauh ketinggalan dari Qatar. Minum boleh minta sepanjang penerbangan. No limit and no pay. Makanan, wah, sampai sesak rasanya karena tidak tega buang buang makanan. Kalau coklat, gampang banget saya kantongi, beres. Tapi kalau orange jus digelas dan pudding, gimana mau dikantongi?

Pengumuman Bahwa Sesaat Lagi Pesawat Akan Mendarat

Oya lupa, tadi maunya memanfaatkan internet gratis saja, tapi daripada duduk bengong di pesawat, sedangkan mau tidur terus juga tidak terbiasa, karena saya biasa tidur paling  lama 6 jam, maka mana mungkin tidur 11 jam? Maka akhirnya terpaksa kartu debet digunakan. Bayar 10 dolar untuk pengunaan internet selama tiga jam dengan kapasitas 30 MB. Lumayan, daripada duduk bengong dan melamun sana sini. Karena waktu yang terbuang sia-sia, tidak pernah akan didapatkan lagi.

Pertama Kali Berkunjung Ke Doha

Ini adalah kunjungan pertama ke Doha. Itupun bukan karena direncanakan, tapi memang karena jadwal penerbangan Qatar Air seperti ini, yakni harus stop over terlebih dulu di negara asalnya, baru melanjutkan lagi perjalanan. Serta tentu sekalian melakukan pengecekan pesawat untuk memastikan keselamatan  para penumpang. Lumayan penumpang harus berjalan kaki untuk menuju ke Screening Passport, walaupun kami hanya numpang transit di sini. Tapi sama sekali tidak ada kesulitan apa-apa.

Walaupun secara teori, kami di sini akan tinggal selama kurang lebih dua setengah jam, tapi dalam praktiknya, perjalanan yang cukup jauh, belum lagi antrian di depan pos imigrasi, akhirnya kami tiba di E23 menunggu pesawat yang akan memberangkatkan kami ke Venice.

Kalau menyaksikan keberagaman para penumpang yang hilir mudik di bandara yang cukup luas ini, tak banyak beda dengan bandara Soekarno Hatta. Baik dalam cara berpakaian para penumpang dan juga beragam restoran yang ada di sini. Namun, karena kami sudah kekenyangan makan selama di penerbangan, maka kami sama sekali tidak makan ataupun minum di sini.

Kami diberangkatkan dengan pesawat Qatar lainnya menuju ke Venice. Di mana sudah menunggu adik kami suami istri dan keponakan kami bersama suaminya. Suatu pertemuan yang akan merupakan momentum yang sangat indah bagi kami dan sudah berada di depan mata.

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun