Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menghadapi Berbagai Ketakutan dalam Hidup

10 Juli 2018   06:22 Diperbarui: 10 Juli 2018   07:46 1498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: idn,times

Rintangan yang paling banyak kita hadapi dalam upaya meraih cita cita hidup adalah rasa kuatir dan takut. Entah berapa banyak jenis ketakutan yang menggerogoti diri kita dari dalam,sehingga tidak mungkin dibahas satu persatu. Hanya sebagai contoh dari rasa kuatir dan takut,yang amat sering mengganjal jalan hidup kita antara lain :
takut ditolak

  • takut rugi
  • takut ditertawakan
  • takut tidak mampu melakukan
  • dan seterusnya

Takut Ditolak

Bahkan begitu dalamnya ketakutan menggerogoti diri,sehingga untuk menelpon seseorang saja ada rasa takut,yakni takut tidak dilayani dengan baik. Akibatnya selalu menunda nunda untuk menghubungi salah seorang teman ,untuk diajak sebagai mitra bisnis,maupun untuk menanyakan lowongan pekerjaan. 

Sehingga harapan selamanya tinggal harapan,karena tidak pernah berani untuk melangkah. Padahal ,sejauh apapun rencana kita untuk berjalan,selalu harus dimulai dengan langkah pertama

Takut Rugi

Sudah bertahun tahun kerja sebagai karyawan,tapi gaji yang diterima hanya pas untuk biaya hidup dan tidak tersisa untuk ditabungkan.Bagaimana kelak kalau sudah pensiun? Apakah harus hidup dari belas kasihan orang lain? 

Maka timbul keinginan untuk memanfaatkan waktu sepulang kantor,untuk mulai berbisnis kecil kecilan. Rencana mau buka warung dirumah atau buka usaha foto copian atau bisa jadi rencana bisnis online. 

Tapi rencana ini sejak setahun lalu,belum pernah bisa terujud,karena kuatir .Bagaimana bila usaha ini merugi? Maka rencana tetap tinggal rencana,hingga menua tetap hidup dari gaji semata. Padahal ada pribahasa mengatakan:" Kita makan untuk hidup,tapi hidup bukan hanya untuk makan semata"

Takut Ditertawakan

Rencana mau putar haluan ,karena usaha yang selama ini digeluti selama bertahun tahun,hanya menghasilkan :"gali lubang,tutup lubang" Sudah kerja keras siang malam,tapi jangankan menabung untuk masa depan untuk biaya hidup saja ,masih sering Senin Kemis.

Maka terbitlah ide untuk mengubah haluan ,dari usaha pertama ke usaha baru ,yang sama sekali berbeda. Tapi ada rasa takut,yakni takut ditertawakan,bukan hanya oleh teman teman tapi terutama takut ditertawakan oleh keluarga. Akhirnya,rencana ini diabadikan dalam diri sendiri dan tidak pernah menjadi nyata

Takut Tidak Mampu Melakukan

Sudah ada keputusan bulat dalam hati dan juga sudah mendapatkan dukungan dari istri.yakni rencana mau resign sebagai karyawan dan mengawali bisnis pribadi. Tapi tiba tiba langkah terhenti,karena muncul rasa takut yakni takut tidak mampu ,karena selama ini belum pernah berbisnis. Makan terhentilah langkah yang tadinya sudah menggebu gebu

Harus Berani Melawan Ketakutan Diri

Pengalaman pribadi,ketika tahun 2000 saya mengantarkan naskah buku pertama ke PT Elekmedia Komputindo, banyak teman teman saya menertawakan saya,karena dari seorang pedagang,koq banting stir jadi penulis dan mau langsung ke Penerbit Mayor seperti Gramedia. Orang yang pertama saya jumpai adalah pak Ir.Arie Subagijo. Naskah saya diterima dan akan dikabarkan segera ,apakah bisa dilanjutkan atau dikembalikan. 

Diterima saja,sudah merupakan sebuah langkah maju bagi diri saya,walaupun tentu ada rasa kuatir,bahwa naskah ini ditolak dan dikembalikan.Tapi saya sudah bertekad untuk terus berusaha,agar buku pertama ini berhasil diterbitkan. 

Seminggu kemudian saya mencoba memberanikan diri,menelpon langsung ke Pak Arie Subagijo dan jawaban yang saya terima singkat,yakni:" Saya tunggu pak Effendi,pagi ini sebelum jam 11.00"

Singkat tapi menghadirkan rasa kegembiraan dalam hati saya. Jam 10.00 saya sudah tiba disana dan langsung menghadap pak Arie. Naskah tulisan saya ada banyak coretan dengan spidol dan catatan catatan yang harus saya perbaiki. 

Mungkin hampir setengah dari naskah harus saya perbaharui. Tapi hal ini merupakan sebuah kebahagiaan bagi diri saya.Bayangkan seorang mantan pedagang,bersail menembus penerbitan mayor ,yakni Elek Media komputindo di Jakarta. 

Seinggat saya ,setidaknya ada 6 kali,saya bolak balik ke kantor Gramedia,tapi bagi saya bukanlah sebuah halangan,melainkan justru sebuah kegembiraan. Bayangkan kalau naskah saya bersih dari coretan dan dikembalikan dalam kondisi utuh,yang disertai kata :" Maaf,naskah anda tidak sesuai dengan alur penerbitan kami " Dan nasihat dari pak Arie ,yang tidak pernah saya lupakan,adalah:" jangan berpuas diri,karena buku sudah diterbitkan .Teruslah menulis pak Effendi' .

Buku pertama ,dicetak ulang hingga 15 kali dan kemudian menyusul dengan buku buku lainnya,dimana saya berhadapan dengan bu Chandra,yang mewakili pak Arie.Rata rata buku saya dicetak ulang  8 hingga 15 kali dan dari hasil royalty yang saya tabung sejak awal,dari ke 9 judul buku yang diterbitkan oleh PT Elek Media Komputindo, jumlahnya lebih dari cukup,bagi saya untuk mengajak istri saya keliling Eropah,karena total nilai nominalnya mencapai lebih dari 200 juta rupiah.

Saya senang bukan hanya karena dapat uang dalam jumlah yang fantastis pada waktu itu,tapi terlebih karena mampu membuktikan bahwa seorang pedagang,ternyata bisa menjadi seorang penulis. 

Tulisan ini bukan pamer pencapaian dan juga bukan promisi terselubung,karena semau buku tersebut sudah tidak lagi dicetak ulang dan hak cipta nya sudah kembali kepada saya ,sebagai Penulis.Semoga tulisan ini bermanfaat untuk menjadi inspirasi dan motivasi bagi orang banyak,bahwa untuk mencapai cita cita kita,tidak  ada jalan toll. Malahan jalan penuh lika liku ,yang harus ditempuh dengan penuh percaya diri dan tegar menghadapi berbagai ketakutan yang berusaha menggerogiti diri

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun