Bila anak-anak hanya hidup terkungkung dalam lingkungan satu komunitas saja, maka secara tidak langsung akan tertanam dalam alam pikiran dan hati mereka bahwa di luar gaya hidup selain dari yang diterapkan dalam lingkungan hidupnya adalah salah. Bahwa hanya cara hidup komunitas mereka yang benar. Bila hal ini terjadi, maka pada saat itu, satu benih radikalisme sudah mulai tertanam dalam diri mereka.Â
Dengan mengajak mereka berkunjung keberbagai ragam kehidupan, maka anak-anak akan memahami bahwa ternyata hidup itu memang penuh dengan keberagaman. Ada yang kaya dan ada yang miskin. Ada yang tinggal di gedung, tapi sebaliknya ada yang tinggal di gubuk. Ada yang ke masjid, tapi ada juga yang ke gereja, wihara, dan klenteng. Bahwa setiap orang itu berhak memilih jalan hidupnya masing-masing.
Dengan jalan demikian, kita sudah memberikan kesempatan kepada anak-anak kita menjadi dewasa dalam bersikap dan dewasa dalam menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Perbuatan mana yang patut ditiru dan mana yang patut dijauhi.
Jangan Tunggu Hingga Terlambat
Betapapun sibuknya diri kita, sempatkanlah sesekali membawa anak-anak untuk menengok secara langsung kehidupan lain daripada hidup yang sehari-harian dijalaninya. Karena bilamana menunggu mereka dewasa dan sementara itu paham radikal sudah menodai hati dan pikiran mereka, maka khutbah sehebat apapun sudah tidak lagi mampu mengubah pandangan hidup mereka yang sudah terlanjur keliru.
Tulisan ini bukanlah pendapat seorang ahli atau seorang psikolog, melainkan ditulis berdasarkan pengalaman hidup pribadi. Dengan harapan setidaknya dapat menjadi masukan yang bermanfaat.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H