"Susah ya, Pak, di sini semuanya serba mahal. Tadinya rencana mau tinggal selama 3 bulan di rumah anak kami, tapi mengingat pengeluaran terlalu besar mungkin kami cuma sebulan," kata pak Syafril, teman kami sesama dari Sumatera Barat, yang datang bersama istrinya. Kedatangan mereka untuk menengok putranya yang sudah berkeluarga dan menetap di sini.
"Kami tinggal di rumah keluarga anak kami, tapi mereka suami istri bekerja sejak pagi dan baru pulang malam hari. Nah karena itu kami harus memasak untuk kebutuhan kami makan berdua. Tapi pengeluaran luar biasa, Pak," sambung istri pak Syafril. "Hebat ya, Pak Effendi dan ibu bisa bertahan hidup bertahun tahun di sini."Â
Itulah inti pembicaraan kami dengan teman sekampung yang kebetulan bertemu siang tadi.
Lama tidak bertemu tentu saja kami bercerita panjang lebar bagaimana kami menyiasati cara hidup berhemat di negeri orang. Ada beberapa hal, yakni:
- hindari berbelaja di mallÂ
- hindari berbelanja  buahan dan sayuran tropis, karena sangat mahal
- rajin berkunjung ke pasar tradisional walaupun agak jauhÂ
- atau berbelanja di supermarket Vietnam
- hindari mengikuti gaya makan orang Australia
- tetap mempertahankan gaya hidup orang Indonesia
Kalau sekedar bercerita, tentu semua orang bisa saja bercerita tentang di sini barang barang kebutuhan pokok sama dengan harga di tanah air kita. Tapi seperti paradigma yang sudah terlanjur terpatri, "No pic =hoax". Maka mungkin lebih baik foto foto tentang harga barang kebutuhan pokok disini saya postingkan gambarnya.
Karena kalau sudah menengok gambar, sudah tidak perlu lagi penjelasan panjang lebar, bahwa kalau tahu kiat-kiat berbelaja dan berhemat di Australia, sesungguhnya biaya pengeluaran untuk dapur yakni untuk sarapan, santap siang dan malam. Tidak berbeda dengan pengeluaran biaya dapur di Jakarta, bukan? Saya mengambil contoh Jakarta karena kami dulu memang tinggal di sana. Saya tidak tahu mungkin saja biaya hidup di kota kecil jauh lebih murah.
Kesimpulannya: Tinggal di negeri orang tidak harus mengikuti gaya hidup warga lokal. Kalau mau berhemat, maka tetaplah hidup dengan gaya orang Indonesia, yakni hidup sederhana dan jauh dari gengsi gensian. Bilamana harus ke pasar tradisional yang tentu kondisinya jauh berbeda dengan berbelanja di mall.
Kita tinggal memilih gaya hidup seperti apa yang ingin dijalankan.
Tjiptadinata Effendi