Kosa kata :"kuli" kalau diucapkan kepada orang lain, bisa dianggap melakukan pelecehan atau meremehkan. Tapi karena kata "kuli " di sini ditujukan kepada diri sendiri, tentu tidak ada larangan. Karena sesungguhnya, pada tahun 60-an, orang yang kerja mengangkat barang, memang disebut sebagai kuli.Â
Ada kuli bangunan, ada kuli bongkar muat dan ada juga kuli pabrik. Bahkan, kalau ditanya tentang pekerjaan,maka tanpa harus malu dan gengsi, orang biasa saja menjebutkan, "Saya kerja sebagai kuli di pabrik karet".
Tapi itu dulu, kalau kini, walaupun kerja sesungguhnya sebagai kuli, tapi orang lebih senang menyebutkan, sebagai "karyawan pabrik". Mungkin kedengarannya lebih enak dan terhormat, walaupun sama sekali tidak mengubah apapun.
Jadi Kuli Itu Gimana Sih Rasanya?
Yang pertama adalah rasa sedih yang mendalam. Merantau ke negeri orang, dengan maksud mengubah nasib, menjadi pedagang.
Tapi karena sama sekali tidak berpengalaman, maka dalam waktu enam bulan, semua modal ludas tandas. Dan masih menyisakan utang dalam jumlah besar pada saudara kami di Medan.
Tinggal diperumahan buruh hanya untuk tidur di atas tempat tidur yang terbuat dari papan kasar. Sebagai penganti kasur, ada lembaran karet, yang disambung-sambung, agar punggung tidak terlalu sakit. Saban malam saya nyalakan obat nyamuk, karena memang lokasinya berada di pinggir hutan dan jauh dari sebutan kelambu.
Selama seminggu pertama, setiap hari rasa mual menyesak di dada, karena bau karet yang direndam. Sepanjang hari, kami bernafas dengan bau tersebut.
Setiap malam, satu satunya tontonan bagi kami berdua adalah memandang kunang-kunang berterbangan di sekeliling pemondokan. Ada bunyi kodok, jangkrik, dan tokek, yang menjadi musik alami bagi kami.
Jam empat pagi harus mau bangun, agar tidak antre lama di sumur umum. Untuk wanita, mandi harus jongkok, kalau tidak mau terlihat bagian atas tubuh, karena yang namanya "kamar mandi" terbuat dari seng bekas yang tingginya hanya sepinggang.Â