Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pengalaman Hidup, Dua Tahun Menjadi Kuli dan 20 Tahun Menjadi Bos

30 April 2018   21:43 Diperbarui: 1 Mei 2018   10:59 3949
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi:berita kampar.news

Kosa kata :"kuli" kalau diucapkan kepada orang lain, bisa dianggap melakukan pelecehan atau meremehkan. Tapi karena kata "kuli " di sini ditujukan kepada diri sendiri, tentu tidak ada larangan. Karena sesungguhnya, pada tahun 60-an, orang yang kerja mengangkat barang, memang disebut sebagai kuli. 

Ada kuli bangunan, ada kuli bongkar muat dan ada juga kuli pabrik. Bahkan, kalau ditanya tentang pekerjaan,maka tanpa harus malu dan gengsi, orang biasa saja menjebutkan, "Saya kerja sebagai kuli di pabrik karet".

Tapi itu dulu, kalau kini, walaupun kerja sesungguhnya sebagai kuli, tapi orang lebih senang menyebutkan, sebagai "karyawan pabrik". Mungkin kedengarannya lebih enak dan terhormat, walaupun sama sekali tidak mengubah apapun.

Jadi Kuli Itu Gimana Sih Rasanya?

Yang pertama adalah rasa sedih yang mendalam. Merantau ke negeri orang, dengan maksud mengubah nasib, menjadi pedagang.

Tapi karena sama sekali tidak berpengalaman, maka dalam waktu enam bulan, semua modal ludas tandas. Dan masih menyisakan utang dalam jumlah besar pada saudara kami di Medan.

Tinggal diperumahan buruh hanya untuk tidur di atas tempat tidur yang terbuat dari papan kasar. Sebagai penganti kasur, ada lembaran karet, yang disambung-sambung, agar punggung tidak terlalu sakit. Saban malam saya nyalakan obat nyamuk, karena memang lokasinya berada di pinggir hutan dan jauh dari sebutan kelambu.

Selama seminggu pertama, setiap hari rasa mual menyesak di dada, karena bau karet yang direndam. Sepanjang hari, kami bernafas dengan bau tersebut.

Setiap malam, satu satunya tontonan bagi kami berdua adalah memandang kunang-kunang berterbangan di sekeliling pemondokan. Ada bunyi kodok, jangkrik, dan tokek, yang menjadi musik alami bagi kami.

Jam empat pagi harus mau bangun, agar tidak antre lama di sumur umum. Untuk wanita, mandi harus jongkok, kalau tidak mau terlihat bagian atas tubuh, karena yang namanya "kamar mandi" terbuat dari seng bekas yang tingginya hanya sepinggang. 

Dua kali hampir mati karena malaria

Dua tahun jadi kuli di negeri pabrik karet PT PIkani di desa Petumbak pinggiran Kota Medan, tidak membawa perubahan nasib kami, bahkan dua kali hampir mati betulan. Maka dengan menebalkan kulit muka, kami pulang kampung.

10 tahun kemudian, berkat Tuhan dan kerja keras siang-malam, nasib kami berubah. Dari kuli pabrik menjadi bos. Walaupun tidak dapat disebut "kaya" tapi perusahaan kami, sudah menggaji hampir seratus orang karyawan, baik di kantor, maupun di gudang produksi.

20 tahun kami menikmati hidup berkecukupan dengan penuh rasa syukur. Tidak jarang, saya duduk di lantai bersama karyawan gudang, untuk makan nasi rames bersama-sama. Tidak satu pun dari antara mereka yang minta berhenti, hingga kami meninggalkan Kota Padang.

Karena sudah merasakan bagaimana rasanya jadi kuli selama dua tahun, maka ketika menjadi bos tidak pernah sekali jua saya membentak mereka. Bahkan ketika kami meninggalkan Kota Padang, mereka memeluk kami dengan menangis.

Setiap kali pulang kampung, kami menyempatkan diri untuk bertemu dengan mantan karyawan kami tempo dulu. Namun sebagiannya sudah almarhum .

Selamat Hari Buruh!

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun