Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hidup Itu Penuh dengan Misteri

3 April 2018   19:46 Diperbarui: 4 April 2018   21:14 1580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: depositophotos.com

Hidup itu tidak selalu terjadi sesuai dengan harapan kita. Bahkan tidak jarang yang terjadi justru bertolak belakang dengan apa yang menjadi harapan kita. Betapa hasrat hati ini sangat mendambakan dapat mengubah keadaan secepat mungkin,tapi ternyata yang terjadi jauh dari harapan .

Segala upaya sudah dilakukan,namun yang harus terjadi ,tetap terjadi. Ada rasa kekecewaan yang mendera hati ,tapi  begitulah hidup .Ada suka dan ada dukanya.Ada enak dan ada kalanya tidak enak,bahkan terasa amat pahit dirasakan.Terus apa tindakan yang harus dilakukan, menghadapi semuanya ini?Lari dari kenyataan,adalah sifat yang pengecut .Kita boleh miskin,tapi tidak mau mendapatkan stigma :"pengecut"

Kalau kita curhat kepada seseorang,yang kita percayai,maka paling paling kita akan dinasihati supaya bersabar dan banyak berdoa ,agar tawakal dalam menghadapi berbagai masalah hidup. Tetapi,dalam mengaplikasikannya,ternyata tidaklah semudah ,mengatakannya.

Mempersiapkan Sikap Mental Sedini Mungkin

Sebagai orang yang sudah  pernah menjalani hidup yang pahit getir ,selama tujuh tahun, secara jujur,pada waktu itu,saya hampir putus asa. Sepertinya segala usaha dan kerja keras,hanya membentur dinding tembok. Doa doa selama beberapa tahun,sepertinya tidak didengar Tuhan.

Sering dalam doa ditengah malam,saya bertanya kepada Tuhan:"Apa salah saya Tuhan?Saya sudah berikrar selama 1000 hari berturut turut ,akan kegereja ,walaupun hujan lebat dan banjir ataupun saya lagi sakit. Dan ikrar sudah saya penuhi.

Tapi mengapa hidup kami masih morat marit seperti ini?"Walaupun saya tidak memahami  apa yang sesungguhnya terjadi pada kami,saya tetap menjalani hidup dengan kerja keras siang dan malam.Mencoba menerima,bahwa inilah jalan untuk mengubah nasib kami. Perjalanan panjang,yakni butuh tujuh tahun lamanya.

Ternyata inilah jalan yang memang harus saya tempuh,untuk menjadikan impian demi impian saya menjadi kenyataan. Hal yang baru saya pahami,ketika hidup kami sudah berubah secara total. Hal hal yang dulu  hanya sebatas berada dalam impian,kelak sudah menjadi kenyataan .Terkadang masih terbayang dalam ingatan saya secara jelas,bahwa untuk makan sehari 3 kali saja sudah sangat susah.Anak ulang tahun,hanya mampu membuat kue dari gabus,karena tidak ada uang untuk membeli kue.

Bahkan ketika anak terbaring sakit,tidak ada uang untuk membawanya kedokter dan tidak ada yang mau meminjamkan uang. Hal inilah yang sangat membekas dalam hati saya,yang menjadi alaram ,agar jauh dari keangkuhan diri. Bersyukur,bahwa saya sudah lulus PHD -Poor Hungry and desperate"

Kalau saya membayangkan kembali,bagaimana dulu ,kami menjalani hari demi hari,membuat  saya merinding Membayangkan putra pertama kami tergolek dengan tubuh kurus kering dan wajah pucat pasi,serta sering mengalami kejang kejang,karena kurang gizi dan tinggal di pasar kumuh.Dimana kami harus mau bersahabat dengan tikus,kecoa,cacing dan segala jenis hewan yang menjijikkan.Bersyukur,semuanya sudah berlalu.

Menjalani Hidup Dengan Penuh Keyakinan

Menjalani hidup dengan penuh keyakinan,walapun harapan kita tidak terwujud secepat maunya kita,adalah merupakan jalan agar mampu menghadapi berbagai masalah hidup,yang menyakitkan dan melukai hati kita. 

Karena tidak ada keberhasilan yang akan dicapai tanpa perngorbanan .Tidak ada kesuksesan yang akan didapat,bila kita tidak mau menerima kegagalan demi kegagalan.Karena kegagalan adalah jalan menuju kesuksesan

Ini bukan teori dari buku,melainkan sepotong cuplikan dari perjalanan hidup pribadi .

Semoga ada manfaatnya .Setidaknya menjadi renungan diri

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun