Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai Falsafah Sepasang Sumpit

27 Februari 2018   19:16 Diperbarui: 27 Februari 2018   20:33 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budaya menggunakan sumpit sudah ada sejak berabad abad lalu di negeri Cina.Kalau kita di Indonesia,umumnya,hanya menggunakan sumpit ketika makan bakmi,tapi di negeri asalnya, orang menggunakan sumpit bukan hanya untuk makan mie,tapi juga untuk makan nasi ,lauk pauk ,bahkan makan bubur. 

Ada banyak ragam sumpit. Dari yang paling murah adalah yang terbuat dari bambu.Biasanya digunakan untuk sekali pakai,terus dibuang. Sedangkan yang lebih elit adalah terbuat dari besi dan tembaga. Konon,kalau dikalangan bangsawan,sumpitnya terbuat dari emas murni.Tapi secara pribadi,saya belum pernah menengoknya. 

Untuk dapat menggunakan sumpit dengan benar,tentu tidak bisa secara spontan,karena ada tatakrama nya .Maka perlu berlatih selama puluhan kali,sebelum kita mampu menggunakannya secara benar.Tapi tulisan ini,tak hendak membahas tentang pernak pernik,aturan penggunaannya,melainkan  terlebih pada falsafah yang terkandung didalam sepasang sumpit ini

 Menjadi Pedoman Dalam Hubungan Keluarga dan  Persahabatan

Sepasang sumpit,baru berfungsi,bilamana keduanya tetap lurus,Bila salah satu diantaranya bengkok atau lebih pendek,maka terjadilah kesenjangan ,yang menyebabkan fungsi sumpit tidak dapat dioptimalkan. Untuk membuktikannya sangat mudah. Bengkokkanlah salah satu dari sumpit yang akan digunakan atau potonglah yang salah satunya,sehingga tidak lagi sama panjang. Maka sumpit sudah tidak lagi dapat difungsikan sebagaimana seharusnya.

Hal ini dapat direfleksikan dalam kehidupan berkeluarga.Bahwa seharusnya suami dan istri harus sama sama menjaga kejujuran dalam dirinya.Karena bilamana salah satunya tidak jujur,maka akan mengakibatkan .rumah tangga akan mengalami kesenjangan.Seperti dianalogikan dengan sepasang sumpit,maka pasangan ini,tidak akan pernah mampu  mencapai tujuannya,karena salah satunya sudah tidak lurus lagi.

Begitu juga dalam hubungan persahabatan,akan menjanjikan hasil kerja sama yang optimal,bilamana keduanya,mampu menjaga agar sama sama jujur,Begitu salah satunya ,tergoda untuk melakukan kecurangan,maka ibarat sumpit yang satunya sudah bengkok,tidak mungkin lagi dapat bekerjasa sama dalam mencapai tujuannya.

Kita Dapat Belajar Memetik Makna Dari Setiap Kejadian Sekecil Apapun

Hidup adalah proses pembelajaran diri,tanpa akhir. Karena usia kita tidak akan cukup untuk mempelajari semuanya ,yang ada di universitas kehidupan ini. Tapi kita dapat memanfaatkan waktu sejenak,untuk merenungkan dan menjadi refleksi diri,salah satunya adalah falsafah sepasang sumpit.

Orang yang tidak jujur,sudah kehilangan keseimbangan dalam dirinya. Maka akibatnya,terjadilah  kepincangan dalam hubungan keluarga,maupun persahabatan Semoga melalui refleksi diri ,kita akan melangkah lebih maju,untuk mencapai aktualisasi diri.Yakni memahami,apa sesungguhnya yang kita  cari dalam hidup ini,

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun