Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Menunggu dan Berkhayal

5 Februari 2018   08:31 Diperbarui: 5 Februari 2018   10:12 949
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebanyakan orang bersifat menunggu kesempatan untuk dapat mengubah nasib dan lupa memanfaatkan kesempatan yang ada didepan mata. Membayangkan bahwa akan ada duren yang runtuh atau memenangkan undian,hanya akan semakin menenggelamkan diri kita kedalam angan angan tidak berdasar. 

Karena Kesempatan Terkadang Hanya Datang Sekali Saja Dalam Hidup Kita

Berani bermimpi besar,selalu harus diikuti dengan kerja keras dan cermat. Bila hanya berdoa dan menghayal,tapi tidak berbuat apapun,mustahil akan  dapat mengubah nasib kita. Seperti kata pribahasa dalam bahasa latin "Ora et labora", Berdoa dan bekerja .

Kesempatan Sesungguhnya Selalu Ada

Kesempatan untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat,sesungguhnya selalu ada di depan mata kita.Namun karena angan angan melambung terlalu tinggi,sehingga peluang didepan mata,dibiarkan berlalu begitu saja.Karena itu jangan membandingkan pencapaian kita dengan kesuksesan orang lain,karena akan membuat kita menjadi frustuasi. Karena apa yang kita dapatkan dengan bekerja keras siang malam selama bertahun tahun,boleh jadi bagi orang lain,dapat diperoleh dalam waktu satu hari,bahkan mungkin saja satu jam.

Hal ini akan menyebabkan terjadinya demotivasi dalam diri .Mengerus semangat kita untuk terus bekerja keras dan cermat,dalam mengejar impian hidup.Bersyukurlah untuk apa yang kita miliki,karena akan menyemangati kita untuk terus berkerja.Karena hidup bersifat dinamika,bergerak dari waktu kewaktu dan dari satu sudut ,kesudut kehidupan lainnya. Barang siapa yang berhenti bergerak dan hanya bersifat menunggu, akan terlindas oleh perjalanan waktu.

Bekerja Siang Malam Bukan Hanya Semboyan

Banyak orang berpikir ,bahwa :"kerja siang malam "hanya sebuah semboyan  yang enak didengar.Tapi bagi kami,benar benar dijalani secara nyata.Ketika orang lain,sedang duduk santai diruang tamu,menonton televisi ,sambil minum kopi hangat,bersama keluarga,kami justru sedangbekerja keras seisi rumah. 

Merendam dan membersihkan kulit manis (cassia) dan kemudian dipotong potong sesuai permintaan pemesan. Hal yang tampaknya sepele.namun sesungguhnya dari pekerjaan yang kelihatannya sangat sepele ini,kami mendapatkan keuntungan hingga 200 persen.

Karena harus dikerjakan dengan tangan dan tidak banyak orang yang mau melakukannya. Justru disinilah,kami memanfaatkan kesempatan ,yang tidak dipandang sebelah mata oleh pebisnis lainnya. Karena mereka sudah terbiasa ,hidup santai dan semuanya dilakukan  oleh karyawan.

Hingga kini, bisinis kecil ,tapi bernas keuntungan ini,dilanjutkan oleh keponakan kami,yang dulu pernah ikut membantu kami diperusahaan. Padahal ia sudah menjadi pimpinan salah satu bank swasta di Padang,namun tetap mengerjakan bisnis kulit manis  atau dalam bahasa bisnisnya disebut cassia ini, dirumahnya.Karena keuntungan yang diperoleh ,bisa mencapai 200 persen dari modal.

Ia tidak perlu membayar iklan untuk promosi,tapi kewalahan dalam memenuhi pesanan dari  Pembeli. Karena jarang ada orang yang mau mengerjakannnya. 

Hanya Salah Satu Contoh

Hal ini hanya salah satu contoh,karena kami dulu berkecimpung dalam bisnis ini, selama lebih dari 20 tahun.Ada banyak peluang bisnis atau kesempatan yang sesungguhnya ada di depan mata,namun karena dianggap sepele,orang tidak mau memanfaatkan peluang tersebut..

Contoh lain. Pada tahun 2000,saya mencoba menulis buku tentang tehnik terapi Reiki.Karena pada waktu itu,hampir semua buku tentang Reiki ditulis dalam bahasa Inggeris dan harga bukunya selangit dalam ukuran dompet orang Indonesia.

Saya bawa naskah buku ke Elekmedia Komputindo  di jakarta dan bertemu dengan pak Aloysius Subagijo,Chef Editor Elekmedia pada waktu itu. Langsung tertarik,namun ada beberapa bagian  yang diminta agar saya mengeditnya. Dan minta agar secepatnya saya siapkan. "Buku ini akan laris manis pak Effendi" kata Pak Aloysius,

Bergegas saya pulang dan langsung kerja siang malam untuk mengeditnya. 2 hari kemudian saya balik lagi,ternyata masih ada yang harus dibenahi,maklum untuk pertama kalinya menulis buku. Seingat saya 6 kali saya bolak balik  ,dari rumah kami waktu itu di Bintaro Jaya ke Gramedia dan akhirnya diterbitkan. Dalam waktu singkat habis terjual .Total di cetak ulang hingga 15 kali dan dengan senang hati memeriksa isi tabungan saya terus bertambah.  

Ada 9 judul buku saya yang diterbitkan Elek Media dan total royalty yang saya kumpulkan berjumlah sekitar 225 juta rupiah yang saya manfaatkan untuk berpesiar keliling dunia ,bersama istri saya. 

Bayangkan, latar belakang saya pada awalnya adalah guru,kemudian menjadi kuli,lalu menjadi pengusaha dan belakangan menjadi Penulis. Walapun jauh dari sebutan :"kaya" ,namun bagi saya sudah sangat bersyukur,dengan kerja keras dan cermat,serta memanfaatkan peluang yang ada didepan mata,dapat menikmati hidup berkecukupan.Cukup uang untuk makan dan minum,cukup uang untuk  beli kendaraan dan cukup uang untuk jalan jalan keluar negeri. Ternyata cukup itu ,lebih dari pada banyak !

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun