On This Day, 53 Years Ago
Tanggal 2 Januari ,tahun 1965,kami menikah dengan acara yang sangat sederhana.Tidak di restoran,apalagi dihotel.karena jauh dari jangkauan kami.Resepsi pernikahan dilakukan 2 kali,yakni  dirumah orang tua saya di Pulau Karam dan kemudian dirumah orang tua istri saya di jalan Proklamasi .Yang diundang ,hanya beberapa puluh orang saja,yakni kerabat dan teman teman dekat,serta tetangga.  Kami  hanya honeymoon di Bukittinggi ,dengan menumpang bis umum.Â
Mencoba Menjadi Pedagang Antar Kota ,Tapi Gagal Total
Meninggalkan istri yang baru dinikahi di Medan bersama tante kami dan saya sendiri ,menumpang bis ALS pulang pergi Medan Padang,sungguh tidak mudah.Namun tekad untuk tidak menjadi beban keluarga,menyebabkan saya nekad ,menjadi pedagang keliing. Pernah jatuh sakit parah di perjalanan dan dibantu oleh bu Halimah,seperti yang pernah saya tuliskan.Bahkan diberikan sepotong ubi rebus. Diwaktu yang lain,ketika jembatan putus dan penumpang harus menumpang menginap di salah satu Masjid,saya diajak makan,sebungkus nasi dengan lauk ikan asin,oleh Imam  Masjidnya.Seingat saya ,nama beliau Syaifullah. Walaupun saya sudah menjelaskan bahwa saya tidak puasa dan non Muslim,namun  tetap saja diajak makan bersama. Kejadiannnya sudah berlalu 50 tahun lalu,tapi masih segar dalam ingatan saya.
Karena sama sekali tidak berpengalaman,maka dalam waktu enam bulan,seluruh modal ludas,Bahkan menyisakan utang pada tante kami di Medan.Akhinya untuk tidak membebani tante ,kami kerja di Pabrik Karet PT Pikani di desa Petumbak,Deli Serdang, istri saya dapat kerja di kantor,sedangkan saya di pabrik.
2 tahun,kami berdua kerja,sama sekali tidak ada tersisa tabungan ,malah dua kali hampir mati,karena malaria.Karena kami  tinggal dipemondokan buruh dipinggiran hutan.
Menebalkan Kulit Wajah dan Pulang Kampung
Akhirnya dengan menahan rasa  malu,karena gagal merantau,kami pulang kampung dan dengan menjual semua perhiasan istri saya,kami menyewa kedai di Pasar Tanah Kongsi dan jualan kelapa. Sementara utang pada tante, baru 2 tahun kemudian,kami lunaskan.
Perjalanan panjang ,yang licin dan terjal,kami lalui dengan merangkak. Kami bersyukur, akhirnya badai kehidupan itupun berlalu dan hidup kami berubah total. Karena itu,setiap hari,begitu terjaga dari tidur,maka yang pertama tama kami lakukan adalah bersyukur.Kami sudah diberikan kekautan untuk dapat lulus dalam ujian hidup. 53 tahun hidup pernikahan telah kami lalui dengan segala suka dan dukanya.Â
Dan kini,kami dapat menikmati hidup layak dan disayangi oleh anak anak cucu kami dengan sepenuh hati. Benarlah seperti pribahasa:"Bahwa yang terindah dalam hidup ini,adalah dicintai dan mencintai!" Kalimat yang terindah dari istri saya adalah,bahwa satu satunya laki laki yang di cintainya dalam hidup ini  adalah diri saya.
Terima kasih untuk doa dari teman teman semuanya,semoga Tuhan membalas dengan kelimpahan berkatNYA
Catatan: semua foto adalah dokumentasi pribadi
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H