Sore tadi kami sedang duduk memancing di Swan River. Kemarin dapat dua ekor ikan yang lumayan besarnya. Langsung dibawa pulang dan dibakar Rasaya  enak banget, karena masih fresh from the river. Tapi yang dapat justru adalah istri saya karena ikan yang nyangkut di kail saya, tampaknya galak amat. Hanya tinggal satu tarikan lagi ternyata tali nylonnya putus. Entah digigitnya atau kena batu tajam, saya tidak tahu. Yang jelas, ikannya lepas.
Tentang Persahabatan
Hari ini ketika saya sedang duduk terkantuk-kantuk menunggu ikan makan umpan ditali kail saya, tiba-tiba ada yang datang sambil berucap "Assalammualaikum", dan saya jawab "Wa'alaikumsalam". Ternyata yang datang tampangnya mirip dengan sosok orang yang paling ngetop saat ini di Indonesia. Sempat kaget juga saya tapi ternyata yang datang ini rupanya senang berteman. Karena keduanya masih berdiri di belakang kami. Maka saya langsung meletakkan tali kail dan menyalami mereka keduanya sambil memperkenalkan diri.
Mendengar saya menyebut nama saya "Effendi", keduanya agak heran. Maaf anda dari Turki? "tanya Mohammad Rofiq yang bertubuh besar. "Bukan, saya dari Indonesia." Jawab saya. Mendengar saya dari Indonesia, maka Rofiq terus bercerita, bahwa ia dan temannya yang bernama Mohammad Syafei, datang ke Australia untuk urusan Syiar agama. Imam Masjid di sini adalah orang Indonesia, katanya sambil menyebutkan suatu nama. Namun saya tidak mendengarkan dengan jelas karena bunyi speed boat yang meraung-raung.
"Kami hanya 3 bulan di sini dan kemudian akan melanjutkan  perjalanan ke Malaysia. Di Pakistan banyak teman-teman kami orang Indonesia," kata Rofiq, sedangkan temannya lebih banyak mendengarkan. Bahasa Inggrisnya lumayan bagus.
Berbeda Bukan Halangan untuk Berteman
Ketika saya katakan "Sorry Mr. Rofiq ,I am not Muslim. I am Catholic "
Kemudian saya diam dan menyimak reaksinya. Ternyata Rofiq malah ketawa lepas sambil berkata "Lalu mengapa?" Anda tidak harus minta maaf karena kita beda keyakinan. Kita bisa menjadi teman", katanya sambil tersenyum
Jawaban Rofiq cukup membuat saya terpana. Ternyata keduanya berjiwa besar. Tadinya saya sempat berpikir bahwa mereka berdua akan segera pamitmendengarkan bahwa saya berbeda dengan mereka. Tetapi ternyata keduanya masih berdiri disana dan sempat menanyakan di mana saya tinggal dan berapa lama di sini, kapan balik ke Indonesia, dan hal-hal yang bersifat kekeluargaan.
Walaupun usia saya sudah memasuki ke 75 tahun depan, ternyata saya masih harus belajar banyak bahwa orang yang penampilannya sama, bersorban, berjanggut panjang ternyata sikap mentalnya bisa berbeda bagaikan siang dan malam. Satu lagi pelajaran hidup bagi saya dan akan saya ceritakan kepada cucu-cucu kami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H