Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Brain Washing" Terselubung Sedang Berlangsung?

10 Oktober 2017   18:30 Diperbarui: 10 Oktober 2017   18:36 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://depositphotos.com

Cuci Otak Terselubung Sudah Terjadi Tanpa Disadari

"Brain washing" yang dulunya dilakukan oleh negara negara yang menganut paham Ahteis, untuk memaksakan dan menanamkan keyakinan kepada generasi muda bahwa sesungguhnya Tuhan itu tidak ada.

Bahwa agama hanya membawa petaka bagi umat manusia dan tidak ada manfaatnya. Antara lain dengan memberikan fakta fakta yang terjadi di dunia,misalnya : "Di negara yang menganut paham Atheis, tidak ada saling bunuh,karena alasan agama. Sementara negara yang menganut paham agama, justru membuktikan banyaknya orang mati secara sia sia.hanya karena saling ngotot mengatakan bahwa agama nya adalah satu satunya yang benar,sementara yang lain sesat.

"Brain Washing" Di Era Mileneal

Di era milineal. secara tanpa sadar ,sesungguhnya sudah terjadi proses : "Brain Washing" terselubung. Misalnya dengan diumbarnya kalimat kalimat sebagai berikut :" Rejeki itu bisa datang darimana saja" Begitu getolnya kalimat ini dipromosikan sehingga sudah banyak yang menganggap bahwa korupsi itu juga adalah merupakan rejeki dari Tuhan.

Contoh lain : "Kita diminta untuk : "memaklumi" suatu tindak kejahatan yang terjadi,dengan alasan: "dapat dimaklumi ,pelakunya dalam kondisi ekonomi  yang morat marit dan harus menghidupkan istri dan anak anaknya yang masih kecil. Sedangkan Pelaku hanya bekerja secara serabutan". Dalam kalimat ini tersirat makna,bahwa kalau orang dalam kondisi terdesak,maka melakukan tindak kejahatan dapat dimaklumi?

Contoh lagi: Terjadi berbagai pemalsuan ijazah atau mengakui hasil karya orang lain sebagai hasil karya sendiri. Anehnya dalam keadaan ini,masyarakat yang seharusnya memberikan nasihat.agar jangan sampai kejadian yang sama diulangi lagi oleh orang lain,malahan justru menjadi "Pembela Keadilan" bagi para pelaku. 

Dengan alasan,toh bukan hanya ia sendiri yang melakukan.Ada banyak orang lain yang juga melakukan,malahan dalam kapasitas yang jauh lebih besar. Sekali lagi ,dalam kalimat ini,tersirat pesan atau penekanan agar kita semua "diharap memaklumi tindakan pelaku". Hanya karena orang lain juga pernah melakukan hal yang sama.

Slow but sure atau lambat tapi pasti,telah terjadi proses pencucian otak secara bertahap. Yang pada tahap awal adalah mengaburkan arti dari sebuah kesalahan atau tindak kejahatan. Kemudian menciutkannya, seakan kesalahan itu tidak ada apa apanya,karena sebelumnya sudah ada juga yang melakukan.

Pengemudi Sedan Menabrak Pengendara Sepeda

Tanpa perlu bertanya lagi hampir semua orang yang menyaksikan ,sudah merasa gatel tangannya untuk menghajar si Pengemudi Sedan. Padahal bisa saja terjadi si Pengendara Sepeda yang nyelonong dan menabrak kendaraan yang sedang melaju.

Akan tetapi karena masyarakat kita secara umum,sudah mendapatkan indoktrinasi terselubung bahwa bila terjadi suatu kecelakaan,maka yang salah pasti pengemudi sedan. Karena sifat orang kaya,biasa semena mena.

Gaji Kecil : "Wajar" Kalau Mencuri?
Ada pembantu rumah tangga yang mencuri dirumah majikannya dan dilaporkan ke Polisi.Reaksi dari masyarakat justru akan bertolak belakang. Bukannya menyesalkan tindakan dari Pembantu rumah tangga yang sudah dipercayai oleh majikannya. Bukannya menjadi kepercayaan yang diberikan,malahan menggunakannya sebagai kesempatan untuk mencuri barang barang berharga.

Tapi reaksi yang muncul adalah sumpah serapah untuk majikannya.karena dianggap tidak manusiawi mentang mentang orang kaya. Sekali lagi kita diminta untuk : "memaklumi" bahwa karena pembantu rumah tangga gajinya kecil, maka "dapat dipahami" kalau ia mencuri dirumah majikannya.
Saya bukan pemerhati sosial. hanya sekedar sebuah masukkan saja yang mungkin ada gunanya untuk dijadikan renungan,agar kita jangan sampai terjerat "brain washing" terselubung yang sedang berlangsung disekeliling kita

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun