Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Gagal Terus, Apakah Saya Sial?

31 Agustus 2017   09:53 Diperbarui: 31 Agustus 2017   17:07 4754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://depositphotos.com

Apapun yang Dikerjakan Mengalami Kegagalan, Apakah Saya Sial?
"Opa, apakah memang ada orang yang ditadirkan selalu gagal atau saya hanya ketiban sial?" 

Pesan singkat via WA baru pagi ini saya terima dari salah satu keponakan cucu kami yang sudah 5 tahun merantau di Jakarta. Edward yang sudah gonta-ganti pekerjaan entah berapa kali, Jangankan beli rumah, malahan cicilan motorpun belum lunas. Menurut Edward, apapun yang dikerjakannya selalu mengalami kegagalan. Mencoba buka bengkel cuci sepeda motor,hasilnya tidak cukup untuk bayar sewa tempat, listrik dan air. Mencoba jualan pulsa, keuntungannya untuk makan siang saja tidak cukup. 

"Saya jadi takut menikah Opa,karena ntar istri mau dikasih makan apa?" Edward menutup curhatnya.

Terpikir oleh saya, kemungkinan orang yang bernasib seperti ini bukan hanya Edward saja.Bahkan mungkin bisa jadi jutaan orang. Di mana letak masalahnya? Daripada mencari cari kambing hitam atau menyalahkan keadaan adalah jauh lebih baik melakukan introspeksi diri.

Kemungkinan besar penyebabnya datang dari diri sendiri.
Antara Lain :

Setengah Hati
Mengerjakan sesuatu dengan setengah hati, sehingga menghadirkan rasa malas terselubung dalam diri. Akibatnya tidak fokus pada apa yang sedang dikerjakan.
Mengharapkan keajaiban (over expectation), sehingga ketika baru saja mulai berusaha dan belum menampakkan hasilnya terus merasa gagal dan meloncat ke pekerjaan lainnya. Ibarat induk ayam yang tidak betah mengerami telurnya, maka telurnya bukannya bermetamoforsa menjadi anak ayam malah membusuk dan terbuang sia-sia.

Menuntut Hak, tapi Lupa Kewajiban
Mencoba menjadi karyawan, tapi dalam benaknya hanyalah kapan terima gaji atau kapan gaji dinaikkan atau kapan akan dapat bonus dari perusahaan. Tak terpikirkan untuk melakukan kewajiban terlebih dulu. Lupa bahwa hak itu baru ada ketika kita sudah melakukan kewajiban kita.

Khawatir dan Cemas Berlebihan
Rasa khawatir dan cemas adalah manusiawi. Khawatir karena usia semakin bertambah, sementara isi tabungan semakin berkurang. Tapi kecemasan yang berlebihan menjadi penyebab orang menjadi gelisah, galau dan tidak mampu berpikir secara arif. Apapun yang dilakukan bersifat asal-asalan.

Ketakutan akan Kegagalan
Justru ketakutan itu sendiri sesungguhnya adalah biang dari kegagalan. Akibat dihantui rasa takut, cemas dan khawatir, maka pikiran tidak lagi terbuka untuk sebuah perubahaan. Malahan kesempatan yang disodorkan didepan mata dibiarkan berlalu begitu saja.

Kebanyakan Berpikir
Pikir itu adalah pelita hati., tapi terlalu banyak berpikir membuat orang tidak melakukan apapun dalam hidupnya. Mungkin saja ia menjadi pemikir dan ahli dalam berteori,tapi nihil dalam ilmu kehidupan.

Kurang Percaya Diri
Kalau kita tidak percaya pada diri sendiri, siapa lagi yang akan percaya pada kita? Orang yang tidak percaya diri, sesungguhnya adalah orang yang secara tanpa sadar melecehkan dirinya sendiri dengan berbagai alasan, misalnya: saya bukan sarjana, saya masih terlalu muda atau saya sudah terlalu tua dan seterusnya

Takut Mengambil Resiko
Mau sukses, tapi tidak takut akan resikonya mana mungkin? Sukses dan kegagalan itu adalah ibarat sekeping mata uang yang selalu memiliki dua belah sisi. Dan kita tidak mungkin hanya mengambil salah satu sisi saja. Meraih sukses ,berarti siap menghadapi tantangan karena harapan untuk sukses mengandung dua hal,yakni tantangan dan resiko. Beranilah mengambil resiko untuk dapat meraih kesuksesan hidup. Karena yang terburuk dalam hidup ini ,bukanlah orang yang gagal dalam usahanya melainkan orang yang hanya melamun ingin sukses, tapi tidak berani melangkah keluar dari zona aman dan kenyamanannya,Karena tidak berani mengambil resko

Pengalaman Pribadi
Saya pernah mengalami kegagalan berkali-kali. Pernah didatangi Debt Collector karena 4 buah kartu kredit saya over limit dan tidak mampu membayarnya. Saya pernah menjual 9 unit rumah dan tanah di Padang,untuk menutupi kredit bank. Pernah berhutang pada tante kami dan baru 4 tahun kemudian kami lunasi, tapi setelah kegagalan demi kegagalan,akhirnya kami dapat meraih impian demi impian. No pain, no gain!

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun