Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Konsumsi Obat Serampangan, Ibarat Bunuh Diri Perlahan-lahan

14 Juli 2017   18:49 Diperbarui: 15 Juli 2017   07:10 1259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minum Obat Sembarangan, Ibarat Bunuh Diri Perlahan-lahan
Latar belakang pendidikan saya,sama sekali tidak bersentuhan dengan medis.Tulisan ini, bukan merupakan kajian ilmiah,tapi ditulis berdasarkan pengalaman empiris pribadi. Belum  pulih benar dari akibat Operasi dua kali di Mount Elisabeth dan satu kali di Glen Eagle Hospital,begitu pulang ke Indonesia,ternyata ditimpa masalah secara beruntun.

Akibat secara beruntun mengalami hal hal yang sama sekali diluar dugaan ,maka saya mengalami depresi. Mulai kenal dengan dokter specialis syaraf dan psikiater Mulai berkenalan dengan obat obat penenang,dari  dosis rendah, yang kemudian makin lama makin meningkat kedosis yang lebih tinggi. Dokter memberikan obat yang namanya Valium, menyusul Megadon, yang membuat saya terkantuk kantuk dan kemudian tertidur. 

Diazepam atau valium yang diberikan kepada saya, baik dalam bentuk suntikan,maupun tablet,lama kelamaan menyebabkan kondisi saya menurun Sering tanpa sebab,mengalami kelehaan yang berlebih dan merasa lemas. Perangai sayapun berubah total,seakan yang ada dalam diri saya,bukanlah saya yang dulu lagi. Dari sosok yang penuh berbelas kasih, berubah menjadi monster menakutkan.

Obat Penenang Tidak Akan Menyelesaikan Masalah

Pada awalnya, saya mengira bahwa ,semua masalah sudah selesai dengan tidur. Tetapi kenyataannya begitu bangun tidur,masalah hidup tetap ada . Semakin besar kepanikan yang melanda diri saya,semakin banyak saya mengonsumsi obat obatan tersebut. Yang pada awalnya ,kelihatan amat membantu meringankan penderitaan saya, menghadapi berbagai masalah kehidupan,yang tidak mungkin saya selesaikan. Namun ternyata obat demi obat,hanya pelarian. 

Sementara masalah tetap tak  terselesaikan,bahkan semakin lama,semakin menumpuk. Saya mulai ketagihan merasa tanpa minum obat, saya tidak lagi berani keluar rumah. Bunyi telpon atau pintu terbanting dihembus angin,membuat saya kaget dan jantung berdebar debar tidak menentu. Keringat dingin membasahi seluruh tubuh. Malamnya begitu membaringkan diri ditempat tidur,saya merasa bagaikan terjatuh kejurang yang amat dalam dan berteriak teriak bagaikan orang sinting.

Ketika saya datang  untuk minta resep obat lagi, dokter  menjelaskan pada saya efek samping yang tidak baik dari obat obat tersebut, ternyata sudah terlambat. Karena saya sudah terlanjur kecanduan. Akibat pengunaan yang tak terkontrol, maka saya mengalami  kegelisahan yang berkepanjangan,  mengantuk, malas, daya pikir menurun., sukar tidur, gemetar, muntah, berkeringat, denyut nadi cepat, tekanan darah naik dan emosional. 

Hal hal sepele bisa menjadi pemicu ,menjadi kemarahan yang meledak ledak. Dokter yang merawatku berkali kalii mengingatkan bahwa Valium merupakan sebuah turunan narkoba. Efek sampingnya, pada pemakaian dalam dosis yang berlebihan, dapat menimbulkan ketergantungan jiwa dan raga, menimbulkan rasa kantuk, dan terganggunya jiwa dan raga. Bila overdosis akan menyebabkan terjadinya penuruan daya ingat, banyak bicara tetapi tidak jelas, sempoyongan, turunnya kesadaran, pingsan,bahkan dapat menimbulkan kematian.

Sudah Kecanduan
Tetapi sekali lagi ,sudah terlambat,karena saya sudah terlalu dalam dan larut mengkonsumsinya. Tidak mudah keluar dari lubang yang cukup dalam. walaupun saya bukan pencandu narkoba, tetapi efek samping yang ditimbulkan obat obat penenang tersebut. sungguh hampir menghancurkan tidak hanya diri saya sendiri, tetapi terimbas juga kepada seluruh keluarga.

Turning Point-Titik Kesadaran Diri
Suatu malam, seperti biasa,saya tidak bisa tidur nyenyak, Tengah malam saya tersentak bangun. Ternyata istri saya tidak berada disamping saya. Dengan terhuyung huyung saya berdiri dan keluar kamar. Ternyata istri saya lagi duduk disamping tempat tidur putra kami, yang rupanya demam tinggi. Untuk sesaat saya terpana. Seperti terjaga dari mimpi buruk saya memandang wajah putra kami yang pucat pasi dan kurus. Begitu juga istri saya tiap sebentar batuk batuk. 

Saya tersentak,seakan baru sadar diri dan mengutuki diri sendiri, Betapa selama ini saya tidak peduli pada keluarga .karena mabuk kegagalan dan kesedihan. Malam itu juga saya memeluk istri dan putra kami, sambil menangis. Memohon ampun kepada Tuhan, untuk kesalahan yang telah saya lakukan. Sejak saat itu saya bertekad,apapun yang terjadi, saya tidak akan minum obat penenang yang telah meracuni diri saya. Semua obat saya buang kedalam toilet.. 

Tidak mudah memang melalui hari demi hari, Hanya tekad yang kuat dan dukungan kasih sayang keluarga, serta doa, yang mampu menghantarkan saya keluar dari lubang maut. Semoga tulisan ini ada manfaatnya. Agar apapun masalahnya,jangan lari kepada obat obat penenang,karena tanpa sadar kita melakukan bunuh diri perlahan lahan. Akibat mengonsumsi obat obatan secara serampangan, tidak hanya membuat diri pribadi kita menderita, tapi juga seluruh anggota keluarga.

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun