Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Janganlah Terlalu Cepat Menghakimi Orang Lain

29 Juni 2017   18:45 Diperbarui: 30 Juni 2017   07:04 1110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah sadar ataupun tidak,cukup banyak orang yang  dengan sangat enteng memberikan penilaian penilaian negatif,terhadap kehidupan orang lain.,tanpa memikirkan perasaan orang. Hal ini bukan dikarenakan kurangnya tingkat kecerdasan intelektual.tetapi terlebih karena ketiadaan rasa tepo seliro dalam diri.Kalau menengok anak anak dibawah umur kerja,tanpa dikomando secara serempak banyak orang yang langsung serta merta menjadi pahlawan .

 Dan serta merta menjadi viral di medsos. Berbagai komentar yang bernada menghakimi para orang tua :"Jangan eksploitasi anak anak! Orang tua harus bertanggung jawab. Jangan bebankan tanggung jawab kepada anak anak!"Rasanya mungkin bangga benar dapat tampil sebagai pahlawan pembela anak anak.Tapi selang beberapa hari,semua orang masing masing sibuk dengan urusan pribadi.Dan tinggalah para orang tua,yang sudah diumpat caci dan mendapatkan sumpah serapah.

Tanpa sedikitpun uluran tangan untuk membantu meringankan penderitaan mereka. Atau setidaknya mencari tahu,mengapa anak anak tersebut sampai bekerja? Apakah benar anak anak itu diwajibkan atau dipaksa oleh orang tua untuk bekerja? Tapi umumnya orang sangat senang bilamana dapat menjadi hakim  bagi orang lain

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Penonton Selalu Lebih Pintar Daripada Pemain

Bercerita tentang kehidupan ,tidak pernah akan berakhir,selama dunia masih berkembang, Dalam perjalanan hidup, setiap orang bisa menilai ataupun dinilai. Bagi yang roda kehidupannya sedang berada diatas,tentu dengan mudah memberikan penilaian dan tidak jarang memberikan penilaian yang bersifat menggurui. Bagaimana seharusnya hidup itu di jalani ,bagaiman mustinya perlakuan terhadap anak anak ,serta diikuti dengan saran atau tidak jarang larangan:" jangan begini dan jangan begitu".


Namun bagi yang kebetulan roda kehidupannya tersangkut di bagian bawah, tentu akan melahirkan cerita hidup yang berbeda. Sesungguhnya setiap orang tua, setidaknya memahami, bahwa tugas utama adalah menyekolahkan anak anak mereka.Tetapi ada kalanya hidup tidak belum memberikan mereka kesempatan untuk menata hidup secara ideal.

Mewawancarai Anak Anak
Anak anak akan berbicara to the point bila ditanya . Mereka belum ternoda dengan gaya berbicara plintat plintut ,seperti kebanyakan orang dewasa.Anak anak akan bercerita apa adanya. Beberapa waktu lalu,ketika kami di ajak makan malam oleh putra kedua kami yang tinggal di Jakarta,ternyata sesampainya di restoran yang di tuju dibilangan Kelapa Gading,hujan turun dengan sangat deras. 

Ada payung di bagasi mobil,tapi sementara kebelakang untuk mengambil payung,pasti akan basah kuyup. Maka kami parkir dan menunggu hujan agak reda.Tapi baru sekitar 1 menit,kendaraan di parkir,tampak 3 orang anak yang berusia sekitar 9 -10 tahun datang mendekat . Kami buka jendela mobil ,ternyata anak anak menawarkan payung yang berukuran jumbo.


Langsung saya keluar pertama dari kendaraan dan mengambil alih payung dari tangan kecil yang tampak memucat karena kedinginan.."Yuk,kamu sekalian berpayung dengan Om ya" Tapi anak ini malah menjauh dan berucap :"Tidak apa apa Om,kami sudah biasa " Karena anak anak ini tidak mau,maka tentu saya tidak bisa memaksa mereka.Maka sambil berjalan saya coba bertanya:" Kalian disuruh orang tua ya?"
"Bukan Om,kami tidak pernah disuruh orang tua. Tapi kami tengok bapak seharian jadi tukang parkir di depan,pulang langsung kerja jaga gudang di Tanjung Priuk. Ibu mengurus adik adik dirumah" 

Hidup Penuh Dengan Penilaian Penilaian


Jangan sampai kita berpikir,bahwa mentang mentang kehidupan berada dibawah standar,sebagai orang tua,tidak  memahami ,bahwa dalam usia segini, seharusnya anak anak , mendapatkan kesempatan seperti anak anak lainnya.Yakni ketika hujan lebat,maka semu duduk diruang tamu,sambil menikmati makanan hangat dan menonton televisi.Tapi  perjalanan hidup mereka belum sampai kesana. Apa yang bagi orang lain sudah dinikmati ,bagi mereka baru hanya sebatas sebuah impian.


Kapan impian mereka akan terwujud? 

Tentu tergantung dari upaya dan kerja keras,serta  garis tangan yang akan menuntun jalan hidup mereka. Bagi mereka sekolah itu penting, tapi tetap bertahan untuk bisa hidup adalah jauh lebih penting, Karena selama hayat masih dikandung badan, maka selalu ada peluang dan kesempatan bagi mereka untuk meraih cita cita hidup.


Seandaiknya kita mampu berbuat sesuatu untuk meringankan beban mereka tentu saja sangat baik.Janganlah kita seperti penonton sepak bola,yang umumnya berkomentar seakan akan lebih pintar dari para pemain. Padahal disuruh berlari keliling lapangan saja mungkin tidak sanggup.Bila tidak dapat meringankan,jangan menambah beban hidup orang lain,dengan melemparkan kritik yang menyakitkan.


Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun