Kami Beda Suku dan Agama tapi Makan Nasi Sebungkus Berdua
Ini kisah lama, setiap kali memasuki bulan Ramadan,saya selalu ingat kenangan manis ini.Karena itu saya termotivasi untuk menuliskannya.
Saya tidak ingat lagi ,apakah sudah pernah menuliskannya ,karena terkadang saya menuliskan dalam judul yang berbeda.Oleh karena itu,saya tidak memperpanjang mukadimahnya,agar jangan sampai membosankan orang membacanya.
Pada waktu itu kondisi keamanan dari Medan ke Padang dan sebaliknya tidak aman Kalau istilah pejabat :"tidak kondusif" Banyak perampokan di jalan ,karena bus terpaksa berhenti lantaran jembatan runtuh.Tidak jarang para penumpang harus menginap sepanjang hari di dalam bus ,menuggu jembatan di perbaiki.
Istri saya sesungguhnya,tidak rela melepaskan saya untuk ke Padang membawa barang dagangan,tapi saya memaksa untuk tetap pergi,karena tidak ingin ,biaya hidup kami berdua,menjadi beban bagi tante kami. Diberikan tumpangan menginap gratis saja,sudah sangat bersyukur rasanya.
Menumpang Bus ALS
Saya menumpang Bus ALS. Tapi menjelang senja, bus terhenti dijalan,karena ada jembatan yang rusak, jadi harus menunggu warga kampung turun dan bergotong royong memperbaikinya.
Hujan turun dengan sangat deras,maka semua penumpang terpaksa harus menunggu di dalam bus.Karena saking lelah dan mengantuk,saya tertidur.
Tiba tiba seluruh penumpang dikagetkan oleh suara kenek,yang mengatakan,bahwa jembatan hanya mampu menahan beban bus,tanpa penumpang. Karena itu seluruh penumpang harus turun dan nanti setelah bus melewati jembatan darurat,baru penumpang diizinkan naik lagi
Karena hujan turun sangat lebat, maka kami diantarkan ke salah satu Masjid yang ada disana. Semua penumpang diminta turun  dan menumpang di dalam masjid. Hujan semakin lebat,disertai angin kencang. Tiba Tiba Kernek bus datang lagi dalam keadaan basah kuyup,menyampaikan,bahwa bus tidak dapat melalui jembatan darurat,karena licin.jadi harus menunggu keesokkan harinya..
Dikasih Pinjam Tikar
Penumpang dipisahkan dalam dua kelompok,antara pria dan wanita. Kami dipinjamkan tikar dan kardus bekas,serta apa saja yang dapat dijadikan alas, karena semen sangat dingin.
Perut saya terasa sangat perih,karena sejak siang belum makan. Karena bulan puasa, maka disepanjang jalan tak satu jua Lapau (warung) yang buka. Rencana tadinya akan ikut  berbuka puasa  bersama penumpang lainnya, di rumah makan Padang, tidak kesampaian ,karena jembatan rusak.
Mencoba Tidur
Saya mencoba tidur beralaskan tas pakaian yang saya bawa,dengan menahan rasa lapar dan haus. Entah jam berapa,tiba tiba beduk di Masjid dibunyikan dan ada suara yang menyerukan :" sahur sahur sahur'
Mata saya memandang nanar.Mencoba duduk dan  samar samar menengok  semua penumpang mengeluarkan bekal yang dibawa  mereka. Pikiran saya  bergalau dan masih ditambah dengan kambuhnya maag
Tiba tiba ada yang memberi salam dan suara itu sangat dekat dengan diri saya:" Asalammualaikuum"
Spontan saya jawab:"Muaalaikum salaam"
"Ndak  sahur nak? " terdengar suara laki laki,yang samar samar saya lihat wajahnya,karena listrik mulai dinyalakan di dalam masjid
" Maaf pak.saya tidak bawa persiapan"
"Kalau begitu,mari kita bagi dua yaa nak.Bapak ada bawa satu bungkus nasi dan ikan asin. Kita makan sebungkus berdua"
Saya terdiam.Serasa mata saya panas dan berair,terharu ada yang mau mengajak saya makan. Namun,saya harus jujur,bahwa saya tidak berpuasa. Maka  lambat saya menjawab:" Maaf pak.saya tidak puasa.Saya bukan Muslim"
 "Tidak menjadi masalah nak. Berbagi itu tidak harus dengan orang seiman" Jawab si Bapak
Dada saya serasa sesak menahan rasa haru. Pak Syaifullah yang baru pertama kali ini bertemu ternyata dengan ikhlas mau berbagi sebungkus nasi, untuk kami makan berdua. Pelajaran hidup tentang makna hidup berbagi.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H