Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyerah, Berarti Mati

7 Juni 2017   07:49 Diperbarui: 8 Juni 2017   02:16 1307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Coba bayangkan,bagaimana rasa hati,menghadapi semuanya ini?

Tapi seperti yang sudah saya janjikan  diatas,saya tidak akan melanjutkan bercerita tentang masa masa kelam hidup kami dahulu. Intinya adalah dalam kondisi dan situasi yang betapapun sulitnya,tetaplah bertahan. Yakinlah,dimana ada kemauan,pasti akan ada jalan keluar.Walaupun mungkin saja,jalannya adalah merangkak diatas pecahan kaca.

Jangan sampai baru hadapi masalah sedikit saja,sudah bilang :"saya stress" dan terus murung sepanjang hari. Atau mungkin berpikir,:"Hidup saya paling malang sedunia" Percayalah ada jutaan orang ,yang hidupnya jauh lebih menderita dibandingkan penderitaan yang kita hadapi.

Manusia Tanpa Masalah

Ada tiga tipe manusia yang tanpa masalah ,yakni :

  1. orang mati
  2. orang pikun
  3. orang gila

Nah,silakan memilih salah satu dari antaranya,kalau mau. Tapi kalau tidak mau,maka hadapilah segala masalah hidup dengan tabah. Mungkin saja,habis gelap ,datanglah badai dan badai belum berlalu, banjirpun tiba. Tapi jangan pernah menyerah! Never ever give up. Menyerah ,berarti mati!

  • jangan berharap belas kasihan orang
  • jangan menunggu duren runtuh
  • jangan menunggu mujizat'
  • berusahalah 
  • kerja apa saja, asal jangan jadi maling
  • teramat sulit memang,tapi bisa dilalui

Tetaplah tegar menghadapi apapun masalah yang menimpa kita .Dan walaupun bukan tipe manusia yang agamis,tapi kalau boleh saya sarankan ,berdoalah menurut keyakinan masing masing, Doa itu adalah kekuatan,disaat saat kita menderita,agar mendapatkan kekuatan untuk dapat mengatasinya.Dan ketika hidup kita sudah berubah dan menikmati hidup berkecukupan,tetaplah berdoa,agar jangan sampai lupa diri dan mabuk kesenangan.Jangan lupa dalam harta yang kita miliki ada bagian untuk dibagikan kepada orang lain yang sangat membutuhkan. Ini bukan kotbah,tapi sekedar saran .

Catatan Penulis

Ditulis seratus persen berdasarkan cuplikan dari catatan harian hidup kami. Pernah tinggal di pasar tanah kongsi, pindah ke belakang pabrik kecap Ang Ngo Koh,pindah kontrakan ke jalan Ratulangi, pindah ke Jalan kampung Nias 1/14 A, dan akhirnya pindah ke rumah permanen di Komplek Wisma Indah 1, disamping sma Yayasan Bunda dan pindah ke Bintaro jakarta,pindah ke apartemen Mediterania dan saat ini berada di Burns Beach,Western Australia

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun