Ilustrasi : depositophotos.com
Inilah Universitas yang Tidak Pernah Menerbtikan Ijazah
Semua universitas di dunia ini,pasti akan menerbitkan selembar sertifikat, sebagai tanda kelulusan mahasiswanya,yang lazim disebutkan ijazah. Di universitas manapun,orang ikhlas menghabiskan waktunya,untuk belajar,menuntut ilmu pengetahuan. Karena pengetahuan adalah modal untuk meraih kesuksesan dalam hidup ini . Dan selembar ijazah,adalah bukti bahwa ilmu yang telah diperlajari selama bertahun tahun di fakultas dimana seseorang menekuni jurusan yang menjadi passion nya,sudah dikuasai dengan baik dan benar.
University of Life
Ketika ijazah sudah berada ditangan,orang mulai melangkahkan kakinya,untuk memasukki Universitas Kehidupan yang sesungguhnya. Dimana setiap orang akan belajar sepanjang hayatnya.Tidak ada takaran gender,usia,serta segala latar belakang pendidikan,agama ,maupun tidak beragama.semua harus ikut belajar di universitas ini.Suka ataupun tidak suka.
Mata Pelajaran Yang Diuji adalah mencakup:
- Keimanan
- Ketekunan
- Kejujuran
- Ketabahan
- Kesungguhan hati
- Kemampuan untuk hidup berbagi
- Kemampuan untuk saling menghargai
- Kemampuan untuk saling menghormati
- Kemampuan untuk hidup rukun dalam keberagaman
Dan tak kurang pentingnya adalah , mampu lulus ujian P.H.D
- P= Poor – miskin
- H= Hungry- kelaparan
- D= Desperate – penderitaan
Universitas Kehidupan ini merupakan satu satunya universitas di dunia ini ,yang lulusannya tidak mendapatkan ijazah . Di universitas ini tidak mungkin mendapatkan gelar palsu, karena jurinya adalah sang waktu.Waktu menjadi saksi tentang berhasil tidaknya seseorang dalam proses pembelajaran diri di Universitas ini. Gurunya adalah kehidupan itu sendiri. Disini setiap orang belajar selama 24 jam sehari dan 365 hari dalam setahun. Tak ada waktu jedah ,apalagi liburan .Bahkan ketika sedang terbaring sakit,proses belajar berjalan terus. Karena hidup itu bersifat dinamika,yang bergerak dari waktu kewaktu dan tidak akan berhenti,hingga diakhir hayat kita.
Sekilas Pengalaman Pribadi
Memotivasi orang tentang bagaimana menjalani hidup dengan baik,bagaimana menghadapi saat saat keterpurukan dalam hidup,sangat mudah.Bahkan begitu piawainya kita dalam memaparkan dan memberikan inspirasi serta motivasi,mungkin saja membuat orang terkagum kagum. Akan tetapi ketika kita sendiri harus menjalaninya baru dirasakan,bahwa apa yang enak dan mudah diajarkan kepada orang lain,ternyata dalam mempratikkannya,tidaklah semudah membalikkan telapak tangan,
Menjalani hidup dalam kemiskinan (Poor ) ,kelaparan (Hungry ) dan Penderitaan (Desperate) sungguh sunguh tidak mudah. Ketika ini waktu seakan akan berhenti berjalan. Kata pepatah:” Hidup itu seperti roda pedati. Sekali diatas ,dilain waktu akan berada dibawah” Namun ternyata roda pedati kami, senantiasa terganjal dibawah dan tidak pernah bergulir keatas,seperti yang kami dambakan.Setiap hari kami berdoa dan berharap,bahwa apa yang kami alami pada waktu itu,hanyalah mimpi mimpi buruk ,yang segera akan sirna,ketika sang mentari terbit diufuk timur.Akan tetapi esok harinya ketika terjaga dari tidur,kami menemukan,bahwa semuanya bukanlah mimpi,tapi benar benar sebuah kenyataan hidup,yang harus dijalani..
Terkadang muncul godaan,:"untuk apa sih terus hidup seperti ini? Bertahun tahun hidup dalam penderitaan dan penistaan. Kami dijauhi kerabat ,seakan kami sekeluarga adalah penderita penyakit menular,yang harus dijauhi. Teramat menyakitkan memang, Tapi bersyukur,doa doa yang tidak pernah kami lupakan,sungguh mengawal saya,agar tidak memilih jalan pintas,untuk mengakhiri segala penderitaan,yang rasanya sudah tidak kuat lagi,untuk dijalani. Hal ini menyadarkan saya,bahwa orang bunuh diri,bukan karena ingin mati,tapi ingin mengakhiri derita,yang sudah tak tertanggungkan lagi.
Di University of Life inilah kita belajar dan memahami ,bahwa untuk dapat lulus perlu adanya kemampuan diri untuk menguasai dan menerapkan hal hal mendasar ,sebagai pedoman untuk melangkah. Memahami dan menyadari,bahwa IQ ,yang dikenal sebagai :"otak kiri" atau kemampuan berpikir kritis saja tidaklah cukup untuk menghadapi semua masalah hidup.Karena diperlukan EQ atau Emotional Quotient ,yang dimaknai dengan kecerdasan emosional. Yang diasosiasikan dengan otak kanan. Yakni mengendalikan emosi dalam menghadapi berbagai rintangan,yang dapat memicu meledaknya emosi ,agar jangan sampai menghancurkan segala sesuatu yang sudah dibangun dengan bersusah payah,hanya lantaran emosi yang tidak terkontrol. Memahami bahwa menyelesaikan masalah apapun dengan luapan emosional,akan selalu berakhir tidak baik,
Disinilah sikap mental kita diuji,yakni bagaimana mengontrol diri,hingga :"Yin dan Yang" yakini dua kekuatan dahsyat yang ada dalam diri kita dapat diseimbangkan .Dan tak kurang pentingnya adalah ESQ atau Emotional Spiritual Quotion,yang merupakan hubungan pribadi kita dengan Sang Mahapencipta,sesuai dengan jalur keimanan masing masing,
Dengan memadukan ketika unsur kekuatan yang ada dalam diri ,kita belajar untuk memahami dan menyadari,serta mengakui dengan jujur,bahwa tidak selalu penyebab kegagalan ataupun penderitaan kita adalah faktor eksternal atau berasal dari orang lain.Bisa saja terjadi,kita menemukan ,bahwa akar pemasalahan justru berada pada diri kita.Akibat kurang cermat dalam bertindak ,termasuk bertindak hanya karena dorongan emosi yang tidak terkontrol,serta sering menunda nunda apa yang dapat dikerjakan pada hari ini.
Semoga tulisan kecil ini ada manfaatnya,bagi yang sedang mencari jati diri,atau sedang mencari turning point di dalam hidupnya. Bahwa hidup ini adalah proses pembelajaran diri tanpa akhir. Barang siapa yang berhenti belajar,maka ia tidak akan lulus ujian hidup di Universitas kehidupan ini.Karena itu jangan terpancang pada popularitas semu ,yakni pujian dan sanjungan yang diperoleh,padahal kewajiban yang seharusnya dilakukan ,baik terhadap keluarga,maupun kewajiban sebagai manusia,terabaikan.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H