Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sejak Kanak-kanak, Kita Sudah Terbiasa Hadapi Resiko

18 April 2017   17:57 Diperbarui: 18 April 2017   18:44 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sejak Kanak Kanak Kita Sudah Terbiasa  Hadapi Resiko

Hati hati dalam melangkah dan bertindak,tentu saja merupakan ,suatu hal yang selalu harus menjadi pegangan hidup kita.Akan tetapi terlalu hati hati,akan mengakibatkan orang tidak lagi berani melangkah,karena berbagai kekuatiran.

Apabila hal ini tidak segera diatasi,maka secara tanpa sadar ,kita sudah mengurung diri dalam ruang yang bernama zona keamanan dan kenyamanan. Yang mengakibatkan, kita tidak lagi berani melakukan suatu hal,karena tidak berani mengambil resiko.Maka kehidupan akan terhenti sampai disana dan tak akan pernah dapat mengubah hidup menjadi lebih baik.

Sesungguhnya sejak masih kanak kanak,setiap orang sudah terbiasa hidup dalam resiko. Cobalah pikirkan,setiap anak yang baru belajar berdiri dan berjalan,pasti suatu ketika akan terjatuh. Nah,kalau karena takut anak terjatuh,maka ia selalu digendong maka selamanya anak tidak akan pernah bisa berjalan. Dengan membiarkan anak anak berlatih berjalan,jatuh bangun,sehingga suatu waktu ia akan mampu berdiri sendiri dan berjalan,bahkan berlari

Begitu juga ,ketika kita belajar naik sepeda, mana ada orang yang secara tiba tiba ,mendadak dapat mengendarai sepeda,Sehebat apapun,pasti suatu waktu akan terjatuh dari sepedanya dan mungkin saja terluka.Namun itulah satu satunya jalan agar dapat mengendarai sepeda.Tidak mau terluka,berarti selamanya tidak akan pernah dapat mengendarai sepeda'

Belajar bahasa asing,juga tidak mungkin dapat dilakukan dengan seketika.Pasti akan ada salah pengucapan ataupun salah dalam grammer. Tapi tidak menjadi masalah, karena kita semuanya belajar dari kesalahan kesalahan dan berusaha untuk memperbaikinya.

Mengapa Tiba Tiba Kita Takut Mengambil Resiko?

Nah,seperti contoh contoh sederhana,yang merupakan kejadian yang pasti dialami setiap orang,kita melangkah memasuki resiko,yang jauh lebih besar. Misalnya,mau berbisnis? Tentu harus berani mengambil resiko kerugian.Karena setiap harapan ,selalu mengadung tantangan dan resiko. Semakin besar harapan atau impian yang ingin dicapai,konsekuensi logisnya,adalah semakin besar pula resiko yang mungkin harus ditanggung.

Banyak orang yang semulanya sangat mengebu gebu untuk meraih cita citanya,namun setelah terpikirkan tentang resikonya,mendadak sontak terbit rasa takut dalam dirinya.Takut mengambil resiko,yang berakibatnya, rencana gagal total sebelum melangkah

Mulai Dari Langkah Kecil

Kembali pada ilustrasi awal,anak anak belajar berdiri dan melangkah satu persatu ,sehingga andaikata terjatuh,tidak akan mengalami cidera. Tapi kalau berrdiri saya belum kuat,sudah disuruh berlari,maka sudah dapat dibayangkan akibatnya.

Begitu juga dalam melangkah,untuk mengubah nasib, tentu tidak dapat mendadak sontak,masuk kebisnis besar.Segala sesuatu yang besar,selalu diawali dengan usaha yang kecil terlebih dulu.

Misalnya, target kita adalah mengawali bisnis catering,seperti yang dilakukan oleh orang Indonesia di Australia. Pada awalnya,hanya memasak pesanan dari teman temannya,misalnya rendang ,dendeng  atau sate. 

Kemudian karena masakannya lumayan enak,maka pelanggan yang tadinya hanya beberapa orang,kemudian menjadi belasan. Dan setelah berjalan beberapa bulan,kini malah kewalahan untuk mengantarkan pesanan.Walaupun membatasi, dalam lingkungan sekitar kediamannya,sehingga tidak lagi mengantarkan dengan menggunakan sepeda motor,tapi sudah menggunakan kendaraan roda empat.Dan sama sekali ia tidak merasakan adanya resiko apapun,karena mengawalinya dari sejak langkah pertama.

Kami juga dulunya mengawali bisnis dengan mengekspor satu ton komoditas ke Singapore dan kemudian meningkat menjadi 5 ton dan selanjutnya menjadi puluhan ton dan sama sekali tidak lagi kuatir akan resikonya,karena sudah menapaki setapak demi setapak

Nah,jangan takut melangkah.Mulailah bergerak selangkah demi selangkah,jangan langsung berlari. Sewaktu kanak kanak,ktta berani mengambil resiko jatuh ketika baru belajar berjalan,Masa iya sudah dewasa,malah jadi penakut?

Semoga tulisan kecil ini ,ada manfaatnya.

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun