Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tradisi Ceng Beng di Indonesia, Dewasa Ini

6 April 2017   08:21 Diperbarui: 6 April 2017   18:30 1524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ceng Beng di Zaman Modern

Ceng Beng yang ditulis Qing Ming, sudah menjadi budaya,bukan hanya di negeri asalnya di Cina,tapi juga sudah mendarah daging dalam diri orang Tionghoa perantauan.Termasuk di Indonesia. Tradisi ziarah atau nyekar di makam leluhur,sudah diterapkan sejak saya masih kanak kanak.

Beberapa hari sebelum tanggal  5 April,setiap tahunnya, seluruh anggota keluarga ,menyempatkan diri untuk pulang kampung,guna berziarah ke makam leluhur. Membersihkan kuburan ,yang dikota Padang disebut dengan istilah :"merambah" Maksudnya merambah adalah membersihkan dari rumputan dan tanaman liar yang tumbuh di makam dan sekelilingnya.

Mengecat ulang tulisan yang terdapat pada batu nisan yang lazim disebut :"Bongpay" .Saya sendiri tidak tahu bagaimana penulisan dalam bentuk aslinya,makanya istilah :"Bongpay" ini saya tuliskan berdasarkan pendengaran sejak jaman dulu.

Tulisan Yang Terdapat pada Batu Nisan

Karena saya pribadi sudah berkali kali ikut mengecat ulang ,nama nama yang terukir pada marmar di batu nisan leluhur,maka saya masih mengingat ,apa saja yang tertulis disana.Pertama adalah nama almarhum atau almarhumah. Lahir di mana dan tanggal berapa,serta meninggal tanggal dan tahun berapa? Nama suami atau istri dan nama nama anak mantu dan cucu cucu. Setiap kali ada pertambahan anak atau cucu yang baru lahir,maka dipahatlah pada batu nisan tersebut namanya.

Untuk menjaga agar makam tetap rapi dan terawat,merupakan tugas estafet.Tidak ada aturan tertulis dan tidak ada perintah perintah,siapa saja yang wajib atau bertugas.Tapi masing masing sesuai dengan panggilan hati nurani. Misalnya setelah generasi saya ,sudah banyak menurunkan anak anak yang sudah dewasa,maka alih estafet untuk tugas membersihkan makam diwaktu Ceng Beng ,turun kepada anak anak kami. Siapa yang merasa terpanggil ,baik secara bersama sama,maupun sendiri sendiri,turun tangan membersihkan atau membayar orang lain untuk membersihkan makam leluhur.

Makam Sian Kong

Istilah makam :"Sian Kong" ini ,dimaksudkan adalah dalam satu kuburan ,diisi oleh pasangan suami istri.Jadi bila salah satu dari pasangan suami istri meninggal dunia,maka liang lahat,sudah dipersiapkan untuk dua orang.

Hal ini terpulang pada pasangan yang ditinggalkan. Karena sekali ,mengiyakan ,maka berarti ia tidak lagi boleh menikah. Jadi kalau pasangan,masih memikirkan untuk menikah lagi,maka akan menolak untuk dipersiapkan kuburan disamping pasangan hidupnya. Dan walaupun tidak ada larangan,tapi bilamana hal ini terjadi,menunjukkan,bahwa selama hidup ,pasangan ini tidak akur dan akan meninggalkan stigma yang negatif bagi pasangan yang menolak untuk di :"sian kong" kan  dalam liang lahat.

Banyak Versi

Ada begitu banyak legenda legenda yang dihubungkan dengan Ceng Beng ini .Yang kalau ditelusuri satu persatu,bisa bikin kepala kita pusing. Oleh karena itu dalam tulisan ini,saya membatasi diri dengan apa yang saya alami,sebagai salah seorang warga Indonesia ,keturunan Tionghoa.

Kuburan leluhur saya,berada di Bukti Sentiong ,di kota Padang.Bukit Sentiong ini, dipisahkan oleh Sungai Batang Arau ,yang membelah kota Padang . Dulu pernah heboh,di pemakaman Tionghoa ini akan dibangun hotel berbintang 5.Tapi konon,setiap kali pemancangan tiang ,orang atau keluarga yang melakukannya meninggal dunia,entah karena apa. Setelah beberapa kali terjadi,maka tidak ada lagi yang berani mengutak atik pemakaman ini.

Tapi hingga saat ini,belum ada penjelasan resmi dari pemerintah Kota Padang,apa yang sesungguhnya terjadi. Hingga kini,kuburan Sentiong masih ada ,walaupun disana sini,sudah ada yang terlanjur memindahkan makam leluhur,karena diperintahkan oleh pemerintah kota Padang ,pada waktu itu.

Belakangan ,karena banyak masalah dengan tanah pemakaman,maka sebagian warga Tionghoa yang meninggal,memutuskan untuk dikremasi,agar jangan menjadi beban berkelanjutan bagi anak cucu mereka,untuk mengurus pemakaman.

Sekali lagi,istilah istilah yang dituliskan,mungkin tidak pas berdasarkan tulisan aslinya.karena ditulis berdasarkan pronounciation yang dilafazkan saja.

Tjiptadinata Effendi

lahir di Padang,21 mei ,1943

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun