Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Untung Saya Tidak Percaya Mentah-mentah Apa Kata Orang

14 Maret 2017   16:33 Diperbarui: 15 Maret 2017   00:01 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pemerintah Tiongkok membangun 606 unit rumah tipe 42 di areal 22,4 hektare untuk korban tsunami 2004.Pengadaan hunian khusus untuk korban tsunami itu merupakan hasil kesepakatan pemerintah Indonesia dengan pemerintah Tiongkok

Kesepakatan itu dilanjutkan oleh donatur masyarakat Tiongkok bekerja sama dengan Kabupaten Aceh. Peletakan batu pertama dilakukan Dubes Tiongkok untuk Indonesia Lian Lik Juan. Pada 19 Juli 2007, kompleks hunian korban tsunami yang menelan dana USD 7 juta atau setara dengan 75 milliar rupiah itu diresmikan.

 Gerbang Bernuansa Tiongkok

Begitu kendaraan memasuki gerbang perkampungan Jacky Chan ini, cukup lapang dan tampaknya memang sengaja di disain dengan gaya arsitektur Tiongkok. Seperti yang sering kita lihat di beberapa lokasi “China Town” di berbagai kota.

Masjid megah dalam komplek perkampungan Jacky Chan / (Foto: Tjiptadinata Effendi) Menengok semuanya ini, dapat dipahami, mengapa perumahan korban tsunami yang dibangun pemerintah Tiongkok di perbukitan itu sangat dikenal warga Banda Aceh, Kampung Jacky Chan sungguh sangat strategis. Selain berada di ketinggian sekira 300 meter, juga berjarak sekira 1,5 kilometer dari pantai.

 Kami sempat turun sesaat dan sambil berjalan, memotret sana sini, kami juga disapa oleh warga setempat. Ternyata penghuni Kampung Jacky Chan yang merupakan para korban tsunami 26 Desember 2004 terdiri atas beragam latar belakang profesi dan etnis.

 “Warga disini hidup rukun dan damai “, kata Pak Asrul yang terlibat secara langsung sebagai pengawas bangunan disini .” Di Kampung Jacky Chan ini, warga hidup berbaur : karyawan nelayan, petani, tukang ojek, pedagang, maupun wiraswasta. Dari sisi etnis, disini tinggal keturunan Aceh-Jawa, Padang, Tionghoa, dan suku yang lain. "Mereka semuanya hidup saling menolong". Jelas Pak Asrul menutup penjelasannya tentang pernak pernik Kampung Persahabatan Indonesia-Tiongkok ini.

Kunjungan singkat ini, telah membuka mata hati saya, bahwa contoh hidup damai dalam keberagaman yang telah diterapkan oleh warga aceh ,yang dijuluki “Negeri Serambi Mekah“ ini, dapat menjadi inspirasi, bagi warga lainnya di tanah air tercinta ini.

Untung Saya Tidak Percaya Mentah Mentah ,Apa Kata Orang

Seandainya saya percaya mentah mentah,apa kata orang,maka selamanya kami tidak akan pernah menginjakkan kaki di Banda Aceh dan selama lamanya dalam pikiran kami,tertanam bahwa orang Aceh itu pembenci orang orang non Muslim. Ternyata semuanya hoax, Buktinya sahabat kami banyak di Aceh dan hingga saat ini,hubungan kami termap sangat baik ,Kami berdua,bahkan diajak makan dirumah salah seorang teman di Jantho dan kami makan,tanpa keraguan setitikpun. Kalaupun ,mungkin saja ada satu dua yang tidak menyukai kami,hal itu sangat wajar. Karena tidak ada suku bangsa di dunia ini, yang seratus persen baik,

Hingga kemarin tanggal 13 Maret 2017,kami masih saling kontak dengan teman teman di Aceh.Semoga menjadi masukan yang berguna untuk orang banyak,

Tjiptadinata effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun